Pembuatan Sapu Gelagah Di Desa Kajongan

Sapu Gelagah Di Desa Kajongan – Kekayaan alam hayati yang dimiliki Indonesia sangat berlimpah dan beraneka ragam, sehingga disebut negara mega-biodiversity. Dalam sejarah kehidupan, tumbuhan telah memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan budaya manusia. Suku-suku bangsa memanfaatkan tumbuhan untuk sandang, pangan, papan, obat-obatan, kosmetik, dan bahan kerajinan. (Utami dan Noor, 2010). Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan kerajinan merupakan kegiatan turun-temurun yang telah dipraktekkan oleh masyarakat di Kabupaten Purbalingga, tepatnya di Desa Kajongan, Kecamatan Bojongsari. Masyarakat daerah tersebut memanfaatkan tumbuhan untuk dijadikan sesuatu yang lebih berguna dan lebih bernilai seperti sapu gelagah. Bahan-bahan yang dipilih sebagai bahan dasar dalam pemanfaatan tumbuhan untuk kerajinan seperti gelagah ini memiliki nilai ekonomis yang lebih jika benar-benar dimanfaatkan dengan baik.

[JALAN-JALAN UNIK] PEMBUATAN SAPU GELAGAH DI DESA KAJONGAN

 Desa Kajongan adalah pusat industri kerajinan di Kabupaten Purbalingga.

Sebagian besar penduduk di Desa Kajongan pekerjaan sehari-harinya sebagai petani. Selebihnya ada yang bekerja sebagai peternak, pedagang, dan pengrajin sapu. Selain itu, Desa Kajongan juga terkenal dengan kerajinan tangannya, yaitu kerajinan sapu gelagah. Berbagai macam sapu diproduksi di daerah tersebut untuk dipasarkan secara lokal, nasional, sampai internasional. Bahan baku dalam pembuatan sapu tersebut adalah rumput gelagah. Sapu sangat diperlukan oleh masyarakat luas di Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri. Kerajinan sapu gelagah ini adalah penghasilan ekonomi yang paling menonjol di Desa Kajongan. Kerajinan sapu tersebut sudah cukup dikenal, baik di Kabupaten Purbalingga sendiri maupun di luar daerah.

Untuk mengeksplorasi pengetahuan lokal (indigenous knowledge), dilakukan praktikum lapangan untuk mengkaji langsung tentang ilmu etnobotani dalam masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan untuk bahan kerajinan. Untuk menghasilkan produk kerajinan dari bahan tumbuhan, diperlukan pengetahuan dan pengalaman dalam mengenal tumbuhan yang akan digunakan tersebut.

Wawancara semi struktural untuk mendapatkan informasi dari masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan kerajinan, dengan mewawancarai salah satu pengrajin sapu gelagah secara langsung, yaitu Bapak H. Sodri, RT 01 RW 02, Desa Kajongan, Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.

Cara kerja untuk membuat sapu gelagah adalah sebagai berikut:

  1. Tanah yang menempel pada akar rumput gelagah dibersihkan.
  2. Rumput gelagah yang sudah bersih dijemur sampai kering, berwarna coklat kekuning-kuningan.
  3. Rumput gelagah dibagi dan disatukan sesuai dengan ukuran sapu yang akan dibuat, kemudian disisir sampai berbentuk helaian tipis.
  4. Rumput gelagah dicelupkan ke dalam pewarna, kemudian dijemur sampai kering (untuk sapu gelagah warna).
  5. Kayu atau bambu yang akan dijadikan batang sapu dipotong sesuai dengan ukuran sapu dan dihaluskan sampai mengkilap.
  6. Rotan dianyam dan dipasang pada batang (pembuatan mahkota sapu).
  7. Gelagah dipasang atau disatukan dengan mahkota sapu dengan menjahitnya menggunakan benang nilon atau senar.
  8. Sapu gelagah yang sudah jadi dirapikan dengan meratakan panjang gelagah.
  9. Tali yang akan dijadikan tali penggantung dipotong sesuai dengan ukuran.
  10. Tali penggantung dipasang pada ujung batang sapu.
  11. Sapu gelagah disimpan dalam ruangan.
  12. Sapu gelagah siap didistribusikan.

PENGRAJIN SAPU GELAGAH

Desa Kajongan sangat terkenal dengan produksi kerajinan tangannya, yaitu sapu gelagah. Mayoritas masyarakat Desa Kajongan sebagai pengrajin sapu gelagah. Desa Kajongan terletak di Kecamatan Bojongsari, tepatnya 5 km dari utara pusat kota Purbalingga. Batas wilayah desa Kajongan sebelah selatan adalah Desa Bobot, batas wilayah sebelah utara adalah Desa Bojongsari, batas wilayah sebelah barat adalah Desa Karangbanjar, dan batas wilayah sebelah timur adalah Desa Gembong. Desa Kajongan merupakan dataran tinggi yang memiliki curah hujan rata-rata 3.130 mm dengan hari hujan rata-rata 123 hari dan suhunya rata- rata 24,3-31,7°C. Tekstur tanahnya berupa tanah berdebu dengan struktur remah dan sarang. Terdapat kawasan persawahan dan kawasan industti kecil atau rumah tangga. Tanah di desa Kajongan memiliki topografi yang bergelombang (Badan Pusat Statistik, 2006).

Gelagah adalah nama bahan untuk membuat sapu yang berasal dari rumput gelagah. Menurut Bapak Sodri, dahulu rumput gelagah di Desa Kajongan sangat banyak sehingga para warga memanfaatkannya untuk membuat sapu, dan dijadikan sebagai mata pencaharian utama, sebagai pemasukan ekonomi yang utama. Awalnya memang bukan warga asli Desa Kajongan yang membuat, namun ada orang yang merantau atau pendatang dari luar daerah yang membuat warga menjadi mengerti dan akhirnya membuat sapu. Gelagah sendiri di Desa Kajongan sekarang sudah sangat jarang, bahkan tidak ada, sehingga para pengrajin sapu gelagah mengambil bahan bakunya dari luar daerah, seperti Wonosobo, Pemalang, dan Banjarnegara.

Sapu gelagah merupakan salah satu peralatan rumah tangga yang terbuat dari rumput gelagah (Saccharum spontaneum) yang biasa tumbuh di dataran tinggi. Perkembangan industri kerajinan sapu gelagah ini tidak lepas dari potensi bahan baku rumput gelagah di Kabupaten Purbalingga yang cukup besar, kurang lebih 1.000 ton per tahun. Di Purbalingga, rumput gelagah banyak tumbuh di areal Perhutani yang mencapai 900 hektar di Desa Jingkang, Kecamatan Karangjambu. Bagian rumput gelagah yang dapat dimanfaatkan adalah bagian bunga dan batang. Bunga gelagah yang telah kering dapat dirangkai menjadi mahkota sapu. Pembuatan mahkota sapu dilakukan dengan menjahitnya menggunakan benang nilon atau senar (Hidayat, 2012).

Kemunculan kerajinan sapu gelagah di Purbalingga memiliki sejarah panjang. Sekitar tahun 1960-an, di Desa Kajongan, Kecamatan Bojongsari, muncul kerajinan sapu di rumah-rumah warga. Waktu itu, bahan baku utama masih berupa ijuk. Sekitar 1970 pengrajin mulai memakai bahan rumput gelagah. Selain lebih murah, rumput gelagah juga mudah didapat karena masa panen relatif singkat, yaitu setahun sekali. Waktu itu bentuknya masih sederhana dan berwarna natural. Saat ini paling tidak ada 20 model sapu gelagah yang diproduksi para pengrajin, antara lain sakura, B1, B2, udang, SMS, jengki, lakop, rayung, dan kipas. Selain itu, sapu gelagah juga dibuat warna-warni dengan mencelupkannya ke dalam pewarna tekstil. Batang sapu juga dibuat lebih kreatif seperti dibungkus dengan plastik mika warna-warni (Hidayat, 2012).

Menurut Bapak H.Sodri sebagai informan sekaligus pengrajin dan pengusaha sapu gelagah di Desa Kajongan, RT.01 RW.02, Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga, pembuatan sapu gelagah ini merupakan salah satu sumber ekonomi masyarakat Desa Kajongan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Usaha sapu gelagah ini dimulai sejak beberapa tahun yang lalu. Ketrampilan ini merupakan ketrampilan tradisional yang turun-temurun dari nenek moyangnya.Dulu, Bapak H. Sodri memproduksi sapu gelagah hanya dalam skala industri, namun semakin lama industri ini semakin maju, dan sekarang sapu gelagah ini diproduksi secara industri.

Beliau mempunyai banyak pekerja, kurang lebih berjumlah 35 orang. Sapu gelagah yang diproduksi bermacam-macam, baik dari segi bentuk maupun warnanya. Beberapa macam sapu gelagah yang diproduksi antara lain sapu jengki, sapu penjara, sapu B1, sapu sakura, sapu lakop, sapu SMS (Sapu Miring Sebelah), sapu udang, dan sapu halaman. Selain itu, beliau juga memproduksi beberapa produk lain seperti sapu lidi, kemoceng, gayung batok, tebak kasur, asbak, dan celengan. Sapu gelagah yang diproduksi bermacam-macam, baik dari segi bentuk maupun warnanya.

Beberapa macam sapu gelagah yang diproduksi antara lain sapu jengki, sapu penjara, sapu B1, sapu sakura, sapu lakop, sapu SMS (Sapu Miring Sebelah), sapu udang, dan sapu halaman. Selain itu, beliau juga memproduksi beberapa produk lain seperti sapu lidi, kemoceng, gayung batok, tebak kasur, asbak, dan celengan. Wilayah pemasaran sapu gelagah yaitu secara lokal, bahkan sampai internasional. Pemasaran produk sapu gelagah lokal atau dalam negeri tersebar di Purbalingga dan sekitarnya serta seluruh kota-kota besar di pulau Jawa dan luar pulau Jawa seperti Cirebon, Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Purwokerto, Surabaya, Karawang, Pasuruan, Boyolali, Tasikmalaya, Bogor, Lampung, Kalimantan, Sulawesi, dan Aceh, sedangkan untuk tujuan ekspor meliputi Malaysia, Singapura, Brunai Darusalam, Taiwan, Jepang, Thailand, dan Korea. Kebanyakan konsumen luar negeri lebih menyukai sapu gelagah yang natural, tidak dengan pewarna.

Konsumen di Korea menggemari sapu gelagah model rayung yang hampir sebagian besar berbahan gelagah, termasuk gagang dari tangkai gelagah. Sedangkan konsumen di Malaysia dan Thailand biasanya menyukai model lakop dengan tangkai dari bambu atau kayu yang diikatkan dengan gelagah. Menurut data Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi, di Purbalingga ada 800 pengrajin sapu yang tersebar di seluruh pelosok. Mereka merupakan industri rumahan. Kepala Seksi Ekspor Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Dwi Martha mengatakan bahwa sapu gelagah merupakan komoditas ekspor yang cukup besar. Namun dinas tidak memiliki data yang pasti berapa ribu sapu yang dikirim ke luar negeri setiap tahun.

Bahan-bahan yang digunakan oleh Bapak H. Sodri untuk membuat sapu gelagah antara lain sebagai berikut :

  1. Rumput gelagah, diperoleh dari daerah pinggiran Gunung Slamet.
  2. Bambu, digunakan sebagai batang sapu. Bambu yang biasa digunakan yaitu bambu anchoe yang diperoleh dari Wonosobo dan bambu ampel yang diperoleh dari sekitar Kajongan.
  3. Rotan, digunakan untuk membuat mahkota sapu.
  4. Rodamin atau pewarna batik, digunakan untuk mewarnai sapu gelagah, diperoleh dari Pekalongan.
  5. Limbah gujir (benang nilon atau senar), digunakan sebagai tali pengikat atau tali penggantung.

Bahan produksi yang awalnya mudah didapatkan dari lingkungan sekitar, sekarang susah didapat. Para warga mengatasinya dengan cara mencari dan memasok bahan baku dari daerah lain. Namun, para pengrajin memiliki kendala karena membutuhkan modal yang lebih dan keuntungannyapun akan berkurang (Rubiyanto, 2009).

Berdasarkan informasi yang didapat dari Bapak H. Sodri sebagai pengusaha sapu gelagah, cara membuat sapu gelagah yaitu tanah yang menempel pada akar rumput gelagah dibersihkan, rumput gelagah yang sudah bersih dijemur sampai berwarna coklat kekuning-kuningan.

Rumput gelagah dibagi dan disatukan sesuai dengan ukuran sapu yang akan dibuat, kemudian disisir sampai berbentuk helaian tipis, kemudian dicelupkan ke dalam pewarna, dan dijemur sampai kering (untuk sapu gelagah warna). Kayu atau bambu yang akan dijadikan batang sapu dipotong sesuai dengan ukuran sapu dan dihaluskan sampai mengkilap, rotan dianyam dan dipasang pada batang (pembuatan mahkota sapu). Setelah itu, gelagah dipasang atau disatukan dengan mahkota sapu dengan menjahitnya menggunakan benang nilon atau senar.

Sapu gelagah yang sudah jadi dirapikan dengan meratakan panjang gelagah. Tali yang akan dijadikan tali penggantung dipotong sesuai dengan ukuran, kemudian dipasang pada ujung batang sapu. Setelah proses pembuatannya selesai, sapu gelagah disimpan dalam ruangan dan siap untuk didistribusikan.

Sekapur Sirih

Sapu gelagah merupakan hasil kerajinan yang diproduksi di Desa Kajongan, Kecamatan Bojongsari, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Ketrampilan membuat sapu gelagah ini merupakan ketrampilan tradisional yang turun-menurun dan sebagai salah satu sumber ekonomi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Disebut sapu gelagah karena terbuat dari rumput gelagah (Saccharum spontaneum). Sapu gelagah diproduksi di Desa Kajongan dalam skala industri. Pemasarannya secara lokal, bahkan sampai internasional. Untuk pemasran lokal meliputi Cirebon, Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Purwokerto, Surabaya, Karawang, Pasuruan, Boyolali, Tasikmalaya, Bogor, Lampung, Kalimantan, Sulawesi, dan Aceh. Sedangkan pemasaran skla internasional meliputi Malaysia, Singapura, Brunai Darusalam, Taiwan, Jepang, Thailand, dan Korea. Beberapa macam sapu gelagah yang diproduksi di Desa Kajongan antara lain sapu jengki, sapu penjara, sapu B1, sapu sakura, sapu lakop, sapu SMS (Sapu Miring Sebelah), sapu udang, dan sapu halaman.

Bacaan Lebih Lanjut ;

Badan Pusat Statistik. 2006. KBLI 2005 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia. BPS, Jakarta.

Hidayat, W. 2012. http//:www.etnobotani.wahyuhidayat.com/pembuatan-sapu-glagah.htm. Diakses pada tanggal 5 Desember 2013.

Rubiyanto, Sofyan. 2009. Pengrajin Sapu Inul di Desa Botosari. Pustaka Gemilang, Yogyakarta.

Utami, S., Noor, F. H. 2010. Pemanfaatan Etnobotani dari Hutan Tropis Bengkulu sebagai Pestisida Nabati. JMHT, Vol. 16 (3) : 143-147

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.