Mengenal Anggrek Dendrobium dan Syarat Tumbuhnya

ANGGREK DENDROBIUM – Anggrek Dendrobium sebagai tanaman hias banyak sekali ditanam dengan cara menempelkan langsung anggrek pada pohon atau pakis. Anggrek ini dapat juga digunakan dalam berbagai acara seperti pesta pernikahan yang mana anggrek tersebut dirangkai bersama dengan bunga lainnya sebagai pemanis ruangan, dapat juga digunakan sebagai korsase atau sebagai penghias piring saji.

Dendrobium tumbuh menyebar di Asia Selatan, India, dan Sri Lanka. Di Asia Timur anggrek ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat Jepang, Taiwan, dan Korea; di Asia Tenggara, tanaman itu menjadi andalan Thailand, Indonesia, dan Filipina. Dendrobium tumbuh mulai dari dataran rendah Kalimantan, hingga kaki pegunungan Himalaya di ketinggian 3.800 m dpl. Habitatnya, koral di pantai, tanah, batu-batuan, atau menumpang pepohonan seperti mangrove, kelapa, dan karet sehingga anggrek ini disebut tanaman epifit.

ANGGREK DENDROBIUM

Dendrobium memiliki total 20.000 spesies dari 900 genera, Dendrobium menduduki peringkat kedua terbesar. Yaitu terdiri dari 1.500 spesies dengan klasifikasi botani sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Class : Monocotyledonae

Ordo : Orchidales

Famili : Orchiddaceae

Sub Famili : Epidendroideae

Genus : Dendrobium

Species : Dendrobium bifalce, D. statriotes, D. antennatum, D. canaliculatum, D. discolor, D. gouldii, D. johannis, D. lineale, D. stratiotes, D. strebloceras, dan lain-lain.

Dendrobium dalam pemasarannya dapat berupa Dendrobium potong atau Dendrobium pot. Warna anggrek pun disesuaikan dengan permintaan konsumen.

Dendrobium merupakan anggrek kosmopolitan, namun lokasi penanaman sangat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan selanjutnya.

Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh adalah sebagai berikut :

1. Ketinggian tempat.

Dendrobium sebenarnya memiliki daya adaptasi tinggi. Ia dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian tempat lebih dari 1.000 m diatas permukaan laut (dpl). Umumnya Dendrobium menyukai daerah panas daripada daerah dingin. Namun, beberapa jenis dendrobium justru hanya dapat tumbuh di daerah dingin, contohnya Dendrobium nobile dan Dendrobium cuthbertsonii.

2. Cahaya.

Dendrobium bersifat epifit, tumbuh menumpang pada pohon lain tanpa merugikan inangnya. Karena sifat itu, Dendrobium hanya membutuhkan intensitas cahaya dan lama penyinaran terbatas. Besarnya intensitas cahaya yang dibutuhkan sekitar 1.500 – 3.000 footcandle (fc). Bila intensitas cahaya tinggi, maka sinar ultraviolet akan terserap oleh lapisan sel di bawah epidermis daun.

Akibatnya, warna jadi kekuningan dan akhirnya kecokelatan seperti terbakar. Sedangkan lama penyinaran minimal bagi Dendrobium adalah 10 jam per hari. Lama penyinaran berpengaruh pada proses pembungaan. Bila lama penyinaran dibawah atau diatas 10 jam per hari maka pembungaan akan kurang maksimal. Energi cahaya digunakan untuk pertumbuhan dan pembungaan. Tanpa cahaya yang memadai, tanaman tidak dapat mengakumulasi cukup cadangan energi untuk pertumbuhan dan pembungaan.

3. Kelembapan.

Kelembapan yang cocok bagi Dendrobium berkisar 60 – 85%. Dengan kisaran tersebut maka penguapan besar-besaran pada siang hari bisa dicegah. Sedangkan malam hari kelembapan dicegah melebihi 70% supaya tidak terserang penyakit.

4. Suhu.

Suhu udara sangat mempengaruhi proses metabolism tanaman. Suhu tinggi memacu proses metabolism dan suhu rendah memperlambat metabolism. Untuk pertumbuhan Dendrobium, suhu udara rata-rata 25oC – 27oC. Suhu udara minimum 21oC – 23oC dan maksimum 31oC – 34oC.

5. Ketersediaan air.

Lokasi dengan sumber air cukup merupakan syarat mutlak. Terlebih lagi saat musim kemarau tiba. Dendrobium memang menyukai air tetapi tidak boleh berlebih. Air digunakan saat pertumbuhan vegetatif laju pesat, tunas-tunas muda tumbuh dan sebelum berbunga. Namun, keperluan air berkurang pada periode muncul kuncup hingga mekar berbunga.

6. Pemilihan lokasi.

Pilih lahan yang memiliki kontur datar atau terasering. Bentuk lahan seperti itu membuat penyinaran matahari dan aliran udara optimal. Hindari lokasi yang terletak di tengah lembah karena aliran udara tak berjalan sempurna.

Bibit anggrek yang dikembangkan menggunakan metode kultur jaringan telah banyak diproduksi dan dipasarkan dalam kemasan botol. Pemeliharaan bibit anggrek ini menjadi tanaman dewasa masih menemukan banyak permasalahan terutama pada fase aklimatisasi, yaitu pemindahan bibit dari lingkungan aseptik dalam botol kelingkungan non aseptik. Disamping kemungkinan tanaman sangat sensitif terhadap serangan hama penyakit, tanaman ini masih memiliki aktifitas autotrofik yang masih rendah, sulit mensintesa senyawa organik dari unsur hara anorganik (Adiputra, 2009).

Penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang dikenal dengan aklimatisasi merupakan masalah penting dalam membudidayakan tanaman menggunakan bibit yang diperbanyak dengan teknik kultur jaringan. Masalah ini dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu :

  1. Pada habitatnya yang alami, anggrek epifit biasanya tumbuh pada pohon atau ranting. Oleh karena itu, pemindahan tanaman dari botol ke media dalam pot sebenarnya telah menempatkan tanaman pada lingkungan yang tidak sesuai dengan habitatnya.
  2. Tumbuhan yang tidak dikembangkan menggunakan teknik kultur jaringan memiliki kondisi lingkungan yang aseptik dan senyawa organik yang digunakan tanaman sebagian besar didapat secara eksogenous. Oleh karena itu, apabila dipindahkan kedalam pot, maka tanaman dipaksa untuk dapat membuat sendiri bahan organik secara endogenous .
Perbedaan faktor lingkungan antara habitat asli dengan habitat pot atau antara habitat kultur jaringan dengan habitat pot memerlukan penyesuaian agar faktor lingkungan tidak melewati batas kritis bagi tanaman. Salah satu metode yang digunakan pada proses aklimatisasi tanaman botol ke tanaman pot menurut Adiputra (2009) adalah sebagai berikut :
  1. Bibit yang masih ada didalam botol dikeluarkan dengan hati-hati menggunakan kawat atau dengan memecahkan botol setelah dibungkus dengan kertas.
  2. Bibit kemuadian dibilas diatas tray plastik berlubang sebelum disemprot dengan air mengalir untuk membersihkan sisa media agar.
  3. Tiriskan bibit yang sudah bersih diatas kertas koran.
  4. Tanam bibit secara berkelompok, kemudian tempatkan ditempat teduh yang memiliki sirkulasi udara yang baik.
  5. Tanaman disemprot setiap hari menggunakan hand sprayer.
  6. Setelah berumur 1 – 1.5 bulan, bibit dapat ditanam dalam individual pot menggunakan media pakis atau sabut kelapa.

Metode aklimatisasi ini adalah salah satu dari sekian banyak metode yang digunakan untuk melakukan aklimatisasi terhadap bibit anggrek botol dan disebut dengan metode kering. Untuk dapat meningkatkan efektifitas metode yang digunakan maka masalah fisiologis yang dihadapi oleh tanaman mungkin dapat terhindarkan (Adiputra, 2009).

Adiputra, Dr. I Gede Ketut. 2009. Aklimatisasi Bibit Anggrek Pada Awal Pertumbuhannya Diluar Kultur Jaringan. Universitas Hindu Indonesia. Denpasar.

BAPENAS. 2000. Anggrek. Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Pedesaan. Jakarta.

Hamiudin. 2007. Budidaya Anggrek. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta.

TRUBUS. 2005. Anggrek Dendrobium. PT Trubus Swadaya. Depok.

Untari, Rini, Edhi Sandra, dan Dwi Murti Puspitanigtyas. 2007. Aklimatisasi Bibit Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl.). Buletin Kebun Raya Indonesia-vol 10 No. 1. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.