100 Tahun Pak Dirman ! Kita Gagal Paham

100 Tahun Pak Dirman ! Kita Gagal Paham – Dalam hiruk pikuk politik, ekonomi, budaya, dikatakan etis atau tidak, benar atau tidaknya sebuah pendapat, kita semua dapat di katakan gagal paham. Entah harus saya mulai dari mana tulisan ini. Rasanya idealisme paska lepas menjadi mahasiswa luntur tergerus oleh badai kenyataan. Ku tulis artikel ini dengan sisa nafas idealisme, tak se keras dulu memang, namun ruh semangat nasionalisme mengalahkan kepasrahan pribadi pada kenyataan.Tanggung jawab besar sebagai Indonesia mendorong membangkitkan nilai-nilai luhur yang kini terkubur. Keluhuran, keberanian dan cinta akan negara begitu rumit di masa sekarang. Jika dulu musuh kita adalah penjajah dengan senjata mortir atau bedil, kita paham betul siapa lawan siapa kawan.

Akh, seandainya pak Dirman masih hidup, mungkin tidak serumit sekarang.Beliau paham betul mana yang benar. Kita gagal paham tentang dasar-dasar perjuangan beliau yang terlalu banyak di slewengkan maknanya. Begitu banyak campur aduk yang mengotori kemurnian niat, dari yang katanya ‘jihad di jalan Allah’, sampai hal sepele tentang kesaktian dan senjata yang digunakan pak Dirman.
100 Tahun Pak Dirman ! Kita Gagal Paham
Apakah karena zaman yang sudah begitu edan, perang beralih dari mortir menjadi perang ideologi. Kata menjadi peluru yang menembus sarinah kemarin, saya katakan mereka gagal paham, termasuk saya.
Begitu sulit membedakan antara budaya dan agama, antara politik dan ketulusan, atau antara ritual dan niat. Saya masih ingat betul ketika Agnes Mo memakai tulisan arab dibajunya, atau teroris sarinah yang mengubah tampilannya. Geger dimana-mana, hujatan dan penguatan memenuhi media masa. Namun nyatanya kita masih gagal paham. Sebagai contoh, golongan yang yang bodoh yang masih mensakralkan Arab, seolah serba arab serba suci.
Bukan bahasa arab yang suci, atau Agama yang di tuhankan,  jangan terpelintir, men Tuhankan agama atau mensucikan bahasa arab itu salah,  Agama adalah ajaran untuk kita dekat dan menyembah Tuhan.
Bahasa adalah alat untuk menyampaikan kebaikan dan keburukan, bukan hal yang sakral saya kira. Itulah satu dari ribuan contoh kita gagal paham.
Mari mengenang Pak Dirman, Pak Dirman pernah berucap :
Tak ada yang lebih kuat dari kelembutan, tak ada yang lebih lembut dari kekuatan yang tenang”
Kebebasan berarti bebas melakukan semua kebaikan, bukan bebas lepas melakukan semua kejahatan tanpa boleh diadili.
Dan :

Jangan mudah tergelincir dalam saat-saat seperti ini, segala tipu muslihat dan provokasi-provokasi yang tampak atau tersembunyi dapat dilalui dengan selamat, kalau kita waspada dan bertindak sebagai patriot. – Jogjakarta, 4 Oktober 1949.

Lalu :

Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasad ini, tetapi jiwaku dilindungi benteng merah putih, akan tetap hidup, tetap menuntut bela, siapapun lawan yang aku hadapi.- Jogjakarta, 17 Agustus 1948.

 
Maka :

Bahwa kemerdekaan satu negara, yang didirikan diatas timbunan runtuhan ribuan jiwa-harta-benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia siapapun juga. – Jogjakarta, Januari 1948.

Kenapa? :

Karena kewajiban kamulan untuk tetap pada pendirian semula, mempertahankan dan mengorbankan jiwa untuk kedaulatan negara dan bangsa kita seluruhnya. – Jogjakarta, 27 Nopember 1946.

#?

Kadang kita terlalu sibuk memikirkan kesulitan-kesulitan sehingga kita tidak punya waktu untuk mensyukuri rahmat Tuhan.

Kembalilah pada kita sebagai Indonesia, bukan Timur Tengah atau barat, timur atau selatan. Kita Indonesia yang memiliki prinsip, kembalilah sebagai seorang Indonesia apapun Agamanya. Ambilah Ajarannya, tapi bukan “budayanya”. Pahamilah niatnya, bukan sekedar syariatnya.
Jenderal Besar Raden Soedirman atau sering kita sapa dengan pak Dirman, adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Menjadi panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia secara luas terus dihormati di Indonesia.
Lahir: 24 Januari 1916, Kabupaten Purbalingga
Meninggal: 29 Januari 1950, Magelang
Kebangsaan: Indonesia
Dimakamkan: Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Yogyakarta
Anak: Didi Sutjiati, Didi Pudjiati, Didi Praptiastuti, Taufik Effendi, lainnya
Orang tua: Siyem, Karsid Kartawiraji
Semoga bermanfaat.

2 pemikiran pada “100 Tahun Pak Dirman ! Kita Gagal Paham”

  1. Semoga kita sebagai bangsa bisa belajar dari situ mas…karen makna petuah Jendral Soedirman bukan hanya Jawa, Tapi mencerminkan Indonesia secara menyeluruh,,,dan pada kenyataanya kita sebagai Indonesia harus belajar pada sejarah…Untuk Orang Asing,,setiap kompetisi pasti di nilai dari prestasi…mungkin kita harus terus belajar dari pesebak bola luar,,karena kenyataanya mereka masih lebih baik dari kita,,,tapi kita harus optimis,,tidak selamanya..

  2. 100 tahun pak Dirman (Jenderal Besar Soedirman) dimeriahkan oleh Kompetisi Sepakbola Piala Sudirman. Saya sebagai orang yang mengidolakan pak Dirman cukup senang mendengarnya walaupun saya tidak suka sepakbola. Namun rasa senang itu berubah menjadi sangat kecewa ketika Pemenangnya adalah Mitra Kukar yang pelatihnya justru orang Padang eks pelatih Semen Padang, dan celakanya Top Skor dan Pemain Terbaiknya adalah ORANG ASING…?

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.