TAFSIR AYAT TERKAIT PENDIDIKAN UNTUK KAUM DIFABEL (TUNA RUNGU & TUNA NETRA)

TAFSIR AYAT TERKAIT PENDIDIKAN UNTUK KAUM DIFABEL
(TUNA RUNGU & TUNA NETRA)

Beberapa ayat tentang pendidikan untuk kaum difabela antara lain:

a.    Al Qur’an Surat Al Mujadilah : 11 (Tuna Rungu) 

“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. 
Inilah sebab turun ayat menurut riwayat Muqatil bin Hubban itu. Sebuah riwayat sebab turun ayat lagi diriwayatkan pula dari Ibnu ‘Abbas, bahwa turunnya ayat ini berkenaan dengan Tsabit bin Qais bin Syammas. Yaitu bahwa dia masuk ke dalam masjid terkemudian , didapatinya orang telah ramai. Sedang dia ingin sekali duduk di dekat Rasulullah saw., karena telinganya kurang mendengar (agak pekak).
Beberapa orang melapangkan tempat baginya, tetapi beberapa yang lain tidak memberinya tempat sehingga terjadi pertengkaran. Akhirnya disampaikannya kepada Nabi SAW,  bahwa dia ingin duduk mendekati Rasulullah ialah karena dia agak pekak, tetapi kawan ini tidak memberinya peluang untuk duduk. Kemudian turunlah ayat ini sehingga Rasulullah pun menyuruh para sahabat.

b.    Al Qur’an Surat Abasa (Tuna Netra)

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), Atau Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup. Maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau Dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), Sedang ia takut kepada (Allah), Maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, Maka Barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya”. 

Surah ini termasuk kelompok surah Makkiyah. Ayatnya ada empat puluh dua dan diturunkan setelah surah An Najm. Surah ini diturunkan sehubungan dengan peristiwa seorang yang buta yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum anak paman Siti Khadijah. Beliau termasuk di antara sahabat-sahabat Muhajirin yang pertama memeluk Islam dan ketika Nabi saw melaksanakan jihad dan meninggalkan kota Madinah, beliau ini sering ditunjuk oleh Nabi saw untuk menjadi sesepuh kota Madinah mengimami salat dan juga sering melakukan azan seperti  Bilal.

Peristiwa ini terjadi di Mekah yaitu ketika Nabi saw sedang sibuk-sibuknya melaksanakan seruan dakwah Islam kepada pembesar Quraisy. Beliau dengan sungguh-sungguh mengajak mereka masuk Islam dengan harapan bahwa jika mereka telah memeluk agama Islam, niscaya akan membawa pengaruh besar pada orang-orang bawahannya, karena di antara pembesar Quraisy yang sedang dihadapi itu terdapat ‘Utbah dan Syaibah dua putranya Rabi’ah, Abu Jahal bin Hisyam, ‘Abbas bin Abdul Mutalib, Umaiyah bin Khalaf dan Al Walid bin Mugirah. Besar sekali keinginan Nabi untuk mengislamkan mereka itu karena melihat kedudukan dan pengaruh mereka kepada orang-orang bawahannya.

Ketika beliau sedang sibuk menghadapi pembesar-pembesar Quraisy itu tiba-tiba datanglah Abdullah bin Ummi Maktum lalu menyela pembicaraan itu dengan ucapannya: “Ya Rasulullah, coba bacakan dan ajarkan kepadaku apa-apa yang telah diwahyukan oleh Allah kepadamu”. Ucapannya itu diulangi beberapa kali sedang ia tidak mengetahui bahwa Nabi saw sedang sibuk menghadapi pembesar-pembesar Quraisy itu.

Nabi saw, merasa kurang senang terhadap perbuatan Abdullah bin Ummi Maktum itu yang seolah-olah menganggu beliau dalam kelancaran tablignya, sehingga beliau memperlihatkan muka masam dan berpaling dari padanya. Lalu Allah SWT menyampaikan teguran kepada Nabi-Nya yang bersikap demikian itu terhadap Abdullah bin Ummi Maktum. Oleh karena bermuka masam dan memalingkan muka dari orang buta itu bisa menimbulkan perasaan tidak enak dalam hati orang-orang fakir miskin, padahal Nabi saw diperintahkan oleh Allah supaya bersikap ramah-tamah terhadap mereka. Abdullah bin Ummi Maktum itu adalah seorang yang bersih dan cerdas hatinya. Bila ia mendengarkan hikmah ia dapat memeliharanya dan membersihkan diri dari kebusukan kemusyrikan.

Adapun pembesar-pembesar Quraisy itu sebahagian besar dari mereka adalah orang-orang yang kaya dan angkuh dan tidak sepatutnya Nabi saw terlalu serius menghadapi mereka untuk diislamkan karena tugas Nabi saw hanya sekadar menyampaikan risalah dan soal pemberian petunjuk itu semata-mata berada di bawah kekuasaan Allah. Kekuatan manusia itu harus dipandang dari segi kecerdasan pikirannya dan keteguhan hatinya dan kesediaannya untuk menerima dan melaksanakan kebenaran.

Adapun harta, Kedudukan dan pengaruh pimpinan itu, semuanya adalah tidak tetap kadang-kadang ada, kadang-kadang lenyap sehingga tidak dapat diandalkan dan Nabi sendiri setelah turun ayat ini selalu menghormati Abdullah bin Ummi Maktum dan sering memuliakan kedudukannya dengan sabda Nabi saw: “Selamat datang kepada orang yang menyebabkan aku ditegur oleh Allah”. Beliau sering bertanya: Barangkali Abdullah bin Ummi Maktum mempunyai keperluan apa saja beliau sanggup menunaikannya.

Dari dua ayat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwasanya pendidikan untuk kaum difabel sangat dianjukan. Mengingat kekurangan mereka, seharusnya ada prioritas khusus bagi mereka sehingga mereka dapat belajar dengan maksimal sesuai dengan keadaan mereka.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.