(ILMIAH) PERAN ZAT PENGATUR TUMBUH SEBAGAI HERBISIDA

Herbisida dapat meningkatkan
spetrum pengendalian menurunkan dosis herbisida. Campuran herbisida dengan
bahan aktif glikosilat akan mematikan gulma dengan mempercepat respirasi,
sehingga adanya kedua bahan aktif yang dapat mempercepat kematian gulma. Efektifitas
pemberian herbisida ditentukan oleh dosis herbisida terlalu tinggi maka dapat
merusak bahkan mematikan tanaman yang di budidayakan (Ashton, 1981).
Berdasarkan
hasil yang diperoleh jumlah daun gulma yang gugur dan tanaman gulma yang mati
pada semua konsentrasi hampir merata. Menurut Moenandir (1990), bahwa herbisida
dengan bahan aktif 2,4-D akan menghambat pertumbuhan gulma dengan mempercepat
respirasi, menyebabkan adanya ke dua bahan aktif dapat mempercepat kematian
gulma. Cara kerja lain adalah dengan mengganggu keseimbangan produksi
bahan-bahan kimia yang diperlukan tumbuhan. Penambahan konsentrasi herbisida
mampu mempercepat proses kematian gulma. Herbisida  2,4-D bersifat sistemik dalam menghambat
gulma, tetapi kerja herbisida ikut menghambat pertumbuhan padi. Zat pengatur tumbuh (ZPT) dari golongan auksin dapat meningkatkan daya
kecambah beberapa jenis tanaman. Salah satu senyawa yang tergolong auksin
adalah ZPT 2, 4-D. Senyawa tersebut pada konsentrasi yang rendah dapat
mendorong pembelahan sel, mendorong pertumbuhan tanaman dan meningkatkan daya
kecambah benih.
Pengaruh Konsentrasi
ZPT 2,4-D 0,72 ppm menghasilkan presentase benih berkecambah dan kecepatan
benih berkecambah tertinggi, serta jumlah akar terbanyak. Pengaruh konsentrasi 0,72
ppm merupakan konsentrasi yang mendorong perkecambahan, sedangkan Konsentrasi
ZPT 2,4-D 1,20 ppm menghasilkan pertambahan tinggi terbanyak, panjang akar
terpanjang, berat basah, dan berat kering tanaman tertinggi (Podesta et al.,
2008).
Menurut Gardner et al. (1985),
gulma atau lebih akrab disebut sebagai rumput (umum) merupakan salah satu
masalah yang dihadapi oleh petani dalam budi daya tanaman. Keberadaan gulma
pada lahan tanaman budidaya tanaman sangat mengganggu dalam keseluruhan
produksi tanaman. Gulma sangat merugikan dalam budi daya tanaman secara
keseluruhan. Gulma begitu penting dikendalikan, karena gulma sendiri adalah
tumbuhan seperti halnya tanaman budidaya sehingga hanya karena statusnya yang
tidak diharapkan tumbuh maka gulma menjadi masalah atau pengganggu.
Pengendalian gulma juga dibutuhkan metode yang efektif sehingga dapat tercapai
pengendalian gulma yang baik akan tetapi disisi lain tidak mengganggu
pertumbuhan tanaman budidaya.
Menurut Sukman et al. (2001), beberapa
metode yang banyak digunakan oleh petani dalam mengendalikan gulma antara lain
adalah dengan cara manual dan mekanis. Cara manual (menggunakan tenaga manusia)
tingkat kualitas pengendaliannya terkenal paling baik, akan tetapi tingkat
efisiensinya sangat kecil, karena mahalnya upah tenaga kerja manual dan juga produktivitasnya
sangat rendah, sedangkan cara mekanis menggunakan alat atau mesin mempunyai
tingkat efisiensi yang cukup baik tapi efektivitasnya sering kali kurang baik.
Kendala pengendalian secara mekanis adalah tidak akan efektif apabila di
terapkan pada lahan yang sempit. Herbisida (kimia) lebih banyak di aplikasikan
karena teknologi ini terbukti mampu memberikan tingkat efektivitas dan
efisiensi yang tinggi dalam pengendalian gulma. Herbisida yang umum di
pergunakan berdasarkan pertumbuhan gulma dapat dikelompokkan kedalam golongan :
a. Pra-tumbuh yaitu  diaplikasikan sebelum gulma tumbuh
b. Purna-tumbuh yaitu diaplikasikan
setelah gulma tumbuh
Keunggulan herbisida pra-tumbuh adalah mampu mengendalikan gulma seawal
mungkin, sehingga kerugian akibat gangguan gulma bisa di minimalisir sedini
mungkin (Moenandir, 1990). Herbisida pra-tumbuh memiliki kelemahan diantaranya
harganya yang biasanya lebih mahal dan juga hanya efektif untuk mengendalikan
gulma yang berkembang biak dengan biji serta pada saat aplikasi membutuhkan
kondisi lahan yang benar-benar bebas gulma dan dalam kondisi kelembaban tanah yang
cukup, sedangkan untuk herbisida purna-tumbuh saat ini sangat populer digunakan
oleh petani karena keunggulannya yang sangat efektif dan efisien dalam
mengendalikan gulma (Noor, 1997). Pengelompokkan herbisida ini menurut Ashton
(1981), berdasarkan tingkat selektifitasannya terhadapap tanaman, yaitu :
1. Herbisida selektif
Herbisida selektif mempunyai
sifat dimana pada saat diaplikasi maka gulma yang ada akan mati sementara
tanaman pokoknya tetap tidak mengalami gangguan tergantung tingkat
selektifitasan dari herbisida tersebut. Herbisida non-selektif tidak
memungkinkan diaplikasikan pada saat ada tanaman budidayanya.
2. Herbisida non-selektif
Kategori selektif ada beberapa bahan aktif yang cukup
terkenal dan banyak dipergunakan oleh petani yaitu metil metsulfuron dan 2.4-D
baik di tanaman padi maupun pada petani perkebunan. Kategori non-selektif, paraquat dan glifosat banyak
dipergunakan terutama untuk petani lahan kering dan perkebunan.
Daftar Referensi
Ashton dan Craft. 1981. Mode of Action
of  Herbicides. John Willey and Son, New
York.
Gardner P.G., R.B. Pearee dan T.L. Mitchell. 1985. Physiology of crop
plants. The Iowa
State University
Press. U.S.A 428 p.
Moenandir, J. 1990. Pengantar Ilmu Pengendalian
Gulma. Rajawali Press. Jakarta.
Noor, E.S. 1997. Pengendalian Gulma di Lahan
Pasang Surut. Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Podesta, F., U. Kalsum, dan E. Mareza. 2008.
Kajian Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh 2,4-D Terhadap Viabilitas, Vigor dan
Pertumbuhan Benih pada BeberapaGenotipe Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas
Linn.). Jurnal Akta Agrosia, 11 (1) : 19.
Sukman, Yakub, dan Yernelis. 2001. Gulma dan Teknik
Pengendaliannya. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.