Anak Usia Prasekolah

Anak Usia Prasekolah

Anak Usia Prasekolah
1. Pengertian Anak Usia Prasekolah

Anak usia prasekolah menurut Edi Gustian (2001: 2) adalah mereka yang berada dalam rentang usia  3-6 tahun.  Disebut masa prasekolah karena anak mulai mempersiapkan diri memasuki dunia sekolah melalui kelompok bermain.  Sedangkan Syamsu Yusuf (2008: 162) anak prasekolah adalah merupakan fase-fase perkembangan individu sekitar 2-6 tahun.

Menurut Bichler dan Snowman sebagaimana dikutip oleh Soemiarti Patmonodewo (2003: 19) anak prasekolah adalah mereka yang berusia 3-6 tahun.  Mereka bisa mengikuti program tempat penitipan anak (3-5 tahun) dan kelompok bermain (usia 3 tahun) sedangkan usia 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti program taman kanak-kanak.

Menurut Mansur (2005: 109) yang dimaksud Early Childhood (prasekolah) yaitu anak yang berusia sejak lahir sampai dengan usia delapan tahun. Sedangkan menurut   Papalic Old yang dikutip oleh Reni Akbar (2002: 3) bahwa masa kanak-kanak pertama yaitu pada rentang usia 3-6 tahun dan masa ini dikenal masa prasekolah.

The preschool years exciting ones in the child’s development physically cognitively and socially and between the ages of 2 and 5 progress is rapid in all areas of development (Paul et.al., 1980: 170).  Maksud dari kutipan tersebut adalah  bahwa usia-usia prasekolah adalah suatu masa yang menyenangkan dalam perkembangan anak secara fisik, kognitif dan sosial dan antara 2-5 tahun perkembangan yang sangat pesat dalam semua aspek perkembangan.
Dari pengertian anak usia prasekolah di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud anak usia prasekolah adalah mereka yang berada dalam rentang usia 3-6 tahun.  Dan mereka sudah biasa dimasukkan ke tempat pendidikan prasekolah seperti playgroup, tempat penitipan anak, taman kanak-kanak dan kelompok bermain.

2. Ciri Perkembagan Anak Usia Prasekolah

A. Perkembangan Fisik dan Perkembangan Motorik

Perkembangan fisik, merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya dengan meningkatkan pertumbuhan tubuh, baik menyangkut ukuran berat dan tinggi, maupun kekuatannya memungkinkan anak untuk dapat lebih mengembangkan keterampilan fisiknya dan eksplorasi terhadap lingkungan dengan tanpa bantuan orang tuanya.

Besar kecilnya ukuran tubuh (perkembangan fisik) dipengaruhi oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan, faktor keturunan menentukan cara kerja hormon yang mengatur pertumbuhan fisik yang dikeluarkan oleh lobus anterior dari kelenjar pituitary.  Juga dipengaruhi oleh beberapa kelenjar lain seperti kelenjar tyroid dan gonad.  Dimana dalam gonad akan membentuk hormon androgen dan estrogen yang bertindak sebagai penghambat pertumbuhan dan pengatur kadar kalsium dalam tubuh.  Perkembangna sistem syaraf pusat memberikan kesiapan kepada anak untuk lebih dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan terhadap tubuhnya.

Tulang kakinya tumbuh dengan cepat, namun pertumbuhan tengkoraknya tidak secepat usia sebelumnya.  Pertumbuhan tulang-tulangnya semakin besar  dan kuat pertumbuhan giginya semakin lengkap atau komplit sehingga dia sudah menyenangi makanan padat, seperti daging, sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan (Elfi Yuliani, 2005: 145).

Sedangkan perkembangan motorik menurut Reni Akbar (2001: 7) tidak saja mencakup berjalan, berlari, melempar, melompat, naik sepeda roda tiga, mendorong, menarik, memutar dan berbagai aktivitas koordinasi mata-tangan namun juga melibatkan hal-hal seperti menggambar, mengecat, mencoret dan kegiatan lainnya.  Keterampilan motorik berkembang pesat pada masa ini.

Kemampuan keseimbangan membuat anak mencoba berbagai kegiatan dengan keyakinan yang besar akan keterampilan yang dimilikinya.  Anak mampu memanipulasi objek kecil seperti potongan-potongan puzzle.  Mereka  juga bisa menggunakan  balok-balok dalam berbagai ukuran dan bentuk.

B. Perkembangan Bahasa

Selama masa awal kanak-kanak, anak-anak memiliki keinginan yang kuat untuk belajar berbicara, hal ini disebabkan karena dua hal. Pertama, belajar bicara merupakan sarana politik dalam sosialisasi.  Anak-anak yang lebih mudah berkomunikasi dengan teman sebayanya akan lebih mudah mengadakan  kontak sosial dan lebih mudah diterima sebagai anggota kelompok dari pada anak-anak yang kemampuan berkomunikasinya terbatas.  Anak-anak yang mengikuti kegiatan prasekolah akan mengalami rintangan baik dalam hal sosial maupun pendidikan kecuali bila ia pandai bicara seperti teman-teman sekelasnya (EB. Hurlock, 1980: 112).

Belajar berbicara merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian.  Anak-anak yang tidak dapat mengemukakan keinginan dan kebutuhannya atau yang tidak dapat berusaha agar dimengerti orang lain cenderung diperlukan sebagai bayi dan tidak berhasil memperoleh kemandirian yang diinginkan (EB. Hurlock, 1980: 113).

Jumlah kosakata yang diharapkan pada anak usia 2 tahun adalah 300 kata, sedangkan untuk usia 3 tahun 700 kosakata, pada usia 4 tahun perbendaharaan kata pun terus meningkat menjadi 900-1200 kata dan pada saat di TK ia mampu menggunakan dan memahami sebanyak 1200-1500 kata. Bagaimanapun jumlah kosakata yang dikuasai anak, bergantung pada orang yang paling sering berinteraksi dengan diri anak, baik teman sebaya maupun pola bahasa yang dipakai di rumah (Reni Akbar,  2001: 10).

Untuk membantu perkembangan bahasa anak prasekolah, atau kemampuan berkomunikasi maka orang tua dan guru TK atau playgroup seyogyanya memfasilitasi, memberi kemudahan ataupun peluang kepada mereka dengan sebaik-baiknya.

C. Perkembangan Intelektual

Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak hanya dilihat berdasarkan aspek fisiknya saja, melainkan kemampuan intelektualnya juga.  Dengan semakin bertambahnya kemampuan anak secara fisik, anak akan mengeksplorasi lingkungan dan menyerap informasi-informasi yang akan membantu perkembangan  intelektualnya.

Menurut Piaget yang dikutip oleh Syamsu Yusuf,  perkembangan kognitif pada  anak usia prasekolah berada pada periode pre-operasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis.  Operasi di sini maksudnya adalah kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara mental bukan fisik.  Periode ini dapat ditandai dengan berkembangnya  representasional, atau “Symbiotic Function”, yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk mempresentasikan (mewakili) sesuatu yang lain dengan menggunakan simbol (kata-kata, gesture, atau bahasa gerak dan benda).  Atau bisa diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan  simbol-simbol (bahasa, gambar, benda atau isyarat, benda, gesture atau peristiwa) untuk mengembangkan suatu kegiatan, benda yang nyata, atau peristiwa (2008: 165).

Meskipun berpikir melalui simbol dipandang lebih maju dari berpikir periode sensorimotor, namun kemampuan berpikir ini masih mengalami keterbatasan.  Keterbatasan yang menjadi karakteristik periode ini adalah:
Mampu berpikir dengan menggunakan simbol

Berfikirnya masih dibatasi oleh persepsinya.  Mereka meyakini apa yang dilihatnya, dan hanya terfokus kepada satu atribut/dimensi terhadap satu objek dalam waktu yang sama. Cara berpikir mereka bersifat memusat (centering).

Berfikirnya masih kaku, tidak fleksibel, contoh, anak mungkin memahami bahwa ia lebih tua dari adiknya, tetapi mungkin ia tidak memahami bahwa adiknya lebih muda dari dirinya.

Anak prasekolah sudah mulai mengerti dasar-dasar mengelompokkan sesuatu atas dasar satu dimensi, seperti atas kesamaan warna, bentuk dan ukuran (Elfi Yuliani, 2005: 148).
 
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada tahapan ini anak prasekolah cenderung untuk mempresepsi, memahami dan menafsirkan sesuatu berdasarkan  sudut pandang sendiri, perkembangan intelektual anak pada masa ini ditandai oleh kemampuannya menggunakan simbol-simbol, untuk mempresentasikan benda-benda yang diketahui atau menjelaskan  peristiwa-peristiwa alam yang misterius, yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari.  Salah satu pemecahannya dianalogikan dengan tingkah laku manusia.  Misalnya, matahari dan bulan dipandang sebagai manusia, mereka hidup dan suka lelah.

D. Perkembangan Emosi

Ada beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa anak prasekolah yang dikemukakan oleh Syamsu Yusuf (2008: 168-169).

1) Takut dan cemas. Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap membahayakan.  Cemas adalah  perasaan takut yang bersifat khayalan, berdasarkan pengalaman yang diperoleh, baik dari buku/komik, film, radio maupun perlakuan orang tua.

2) Marah. Perasaan marah merupakan reaksi terhadap frustasi yang dialaminya, yaitu perasaan kecewa/perasaan tidak senang adanya hambatan terhadap pemenuhan keinginan yang diwujudkan dalam bentuk verbal (kata-kata kasar) maupun non verbal (memukul, mencubit).

3) Ingin Tahu. Anak prasekolah mempunyai rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang baru dilihatnya.  Ia ingin mengenal dan mengetahui segala sesuatu objek baik yang bersifat fisik maupun non fisik.  Perasaan ini ditandai dengan banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak prasekolah.

4) Kasih sayang . Yaitu perasaan senang memberikan perhatian/perlindungan, untuk orang lain, hewan/pun benda kasih sayang anak terhadap orang tua/saudaranya sangat dipengaruhi iklim emosional dalam keluarganya.  Apabila orang tua dan saudaranya menaruh kasih sayang kepada anak, maka dia pun akan menaruh kasih sayang kepada mereka.

5) Kegembiraan, kesenangan dan kenikmatan . Yaitu perasaan yang positif, nyaman yang dipengaruhi oleh keinginan yang terpengaruhi. Tingkat emosi anak usia prasekolah yang satu dan yang lain berbeda, dibutuhkan keterampilan dan bimbingan orang tua serta pendidik dalam mengembangkan kesehatan emosi anak prasekolah.

E. Perkembangan Bermain

Usia anak prasekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain/ mainan, karena sebagian besar waktunya dipergunakan untuk bermain, bahkan dari bangun tidur sampai menjelang tidur di malam hari seolah-olah anak tidak mengenal lelah.

Brunner dalam Hurlock (1997: 121) yang dikutip oleh Elfi Yuliani (2005: 156), mengatakan bahwa bermain dalam  masa kanak-kanak adalah “kegiatan yang serius”, yang merupakan bagian penting dalam perkembangan tahun-tahun pertama masa ini.  Karena bermain merupakan sarana untuk improvisasi dan kombinasi.

Bermain/permainan sangat penting bagi anak dan kegiatan ini tidak dapat dipisahkan darinya.  Melalui bermain anak dapat memperoleh perasaan senang, puas dan bangga.  Selain itu kegiatan bermain yang dilakukan anak banyak mengandung manfaat bagi dirinya seperti anak dapat mengembangkan sikap percaya diri, menumbuhkan sikap tanggung jawab dan melalui bermain anak juga bisa  mengenal aturan/norma.

F. Perkembangan Kesadaran Beragama

Menurut Abin Syamsuddin Makmun (1996) yang dikutip oleh Syamsu Yusuf (2008: 176) bahwa kesadaran  beragama pada anak usia prasekolah ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Sikap keagamaannya bersifat represif (menerima) meskipun banyak bertanya.
2) Pandangan ketuhanannya bersifat anthropormorph (dipersonifikasi-kan)
3) Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam berbagai  kegiatan ritual.
4) Hal keluhan dipahamkan secara idiosyncratic (menurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf berpikirnya yang masih bersifat egosentrik (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.