Sisi lain Tan Malaka Sebagai Tokoh Pendidikan Indonesia

Sisi lain Tan Malaka Sebagai Tokoh Pendidikan Indonesia – Tokoh pendidikan yang kita kenal di Indonesia adalah Ki Hajar Dewantara, atau untuk kalangan kaum Muhammadiyah lebih akrab dengan nama KH. Ahmad Dahlan, memang tidak bisa dipungkiri beliau berdua adalah tokoh pendidikan pada jaman kolonial Belanda.

Pendidikan ketika itu merupakan barang yang langka, dan jarang ditemui di negeri ini, mereka yang bisa menikmati pendidikan merupakan anak dari tokoh atau bangsawan kaya.

Namun jangan dibayangkan sekolah yang mereka enyam merupakan sekolah yang berkualitas baik, meski mereka tergolong kaum bangsawan hak mereka untuk mendapat pendidikan dalam kelas bawah.

Dengan sistem sekolah ala Belanda, mereka seringkali buntu ketika mengaplikasikan ilmu yang mereka pelajari, karena budaya Belanda berbeda dengan Budaya Indonesia yang lebih kental dengan budaya ketimuran.

Tokoh-tokoh pergerakan Indonesia pada saat itu bukannya tidak menyadari, namun untuk melawan hergemoni kaum imperialis sangat sukar, jika ada kaum pribumi yang dianggap membahayakan maka akan dibuang dan diasingkan dari Indonesia.

Selain Ki Hajar Dewantara dan KH Ahmad Dahlan, muncul pula nama Tan Malaka, yang tidak bisa dianggap remeh dalam perjuangan serta memajukan pendidikan di Indonesia, dengan mendirikan sekolah rakyat (Serikat Islam) pada jaman itu.

Sisi lain Tan Malaka
Sisi lain Tan Malaka

Tan Malaka sendiri bukan orang yang asing di dunia pendidikan, riwayat sekolah beliau memang dari latar belakang pendidikan.

Lahir di Minangkabau pada tanggal 2 Juni 1897, Tan Malaka merupakan anak dari bangsawan lokal yang memungkinkan beliau untuk bisa bersekolah.

Tan Malaka bersekolah di sekolah rendah milik Belanda, gurunya ketika itu terpikat dengan kepandaian Tan Malaka, sehingga salah-satu guru disana mempersiapkan Tan Malaka untuk melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi.

Gurunya yang bernama G.H. Horensma orang Belanda menganjurkan kepada Tan Malaka untuk melanjutkan di Inlandssche Kweekschool voor Onderwijers  yang merupakan sekolah guru bagi kaum pribumi.

Setelah mengikuti tes akhirnya Tan Malak lulus dan berhak untuk meneruskan sekolah di Inlandssche Kweekschool voor Onderwijers.

Atas latar belakang itulah kelak di Semarang dia mendirikan sekolah rakyat (SI), untuk konsep pendidikan sendiri menurut Tan Malaka pendidikan merupakan tuntunan di dalam hidup tubuhnya anak-anak. Artinya pendidikan akan menuntun segala kekuatan kodrat pada anak-anak.

Hidup dan tumbuhnya anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak kaum pendidik, anak-anak sebagai makluk berhak untuk tumbuh menurut kodratnya sendiri.

Kekuatan kodrati yang ada pada anak-anak merupakan kekuatan di dalam hidup batin dan hidup lahir.

Terlihat dari pemikiran Tan Malaka di atas adalah Tan Malaka berusaha membebaskan pendidikan anak sesuai dengan kodratnya.

Dalam arti pendidik tidak memaksakan diri untuk menggapai cita-cita luhur para peserta didik.

Biarkan mereka menggapai tujuannya sendiri dengan potensi dan bakat yang mereka miliki, pendidik tidak boleh mendikte cita-cita luhur dari peserta didik.

Tan Malaka beranggapan bahwa mendidik anak bangsa akan sama hebatnya dengan berjuang melawan kaum imperialis, dengan mempersiapkan anak-anak bangsa untuk melek terhadap pendidikan.

Lewat pendidikan Tan Malaka berkeyakinan bahwa pendidikan merupakan salah-satu cara untuk cepat keluar dari penjajahan kolonial Belanda.

Untuk itu Tan Malaka memandang bahwa Indonesia memerlukan lebih banyak sekolah sendiri, yang dibangaun oleh kaum pribumi sendiri, dengan pendidik dari negeri sendiri dan tentunya dengan sistem pendidikan yang sesuai dengan kaum pribumi.

Tan Malaka menekankan pada materi pendidikan dan mengenai hal itu dapat disimpulkan menjadi tiga bagian yaitu:

#1. Memberi senjata yang cukup untuk mencari kehidupan dalam dunia kemodalan (berhitung, membaca, menulis, ilmu bumi, bahasa asing, bahasa Indonesia dan bahasa Daerah).

#2. Memberi hak kepada murid-murid yakni harus dengan jalan pergaulan (Vereeninging). Membebaskan para murid untuk bergaul seluas-luasnya mendiskusikan ilmu baru yang belum mereka peroleh.

#3. Menunjukan kewajiban kepada berjuta-juta kaum Kromo (rakyat jelata), artinya Tujuan dari sekolah yang didirikan oleh Tan Malaka adalah untuk menampung kaum Kromo untuk mendapatkan pendidikan yang sama dengan kaum bangsawan.

Ketiga point di atas tadi merupakan trilogi pendidikan Tan Malaka untuk warga pribumi yang tidak mendapatkan hak belajar, kaum kromo (rakyat jelata), dianggap kaum pinggiran, kaum rendah yang tidak berhak mendapatkan akses pedidikan.

Tan Malaka berusaha mendobrag itu dengan mendirikan sekolah rakyat (Serikat Islam) di Semarang,  lambat laun sekolah tersebut cepat berkembang bahkan tidak hanya di Semarang di daerah-daerah lain seperti di Bandung membuka cabang sekokah rakyat (Serikat Islam).

Pemikiran dan program pendidikan di Indonesia harus mulai dibangun sesegera mungkin agar kaum pribumi tidak semakin tertinggal dari bangsa lain, adapun program pendidikan Tan Malaka adalah sebagai berikut:

#1. Wajib belajar bagi anak-anak Indonesia secara cuma-Cuma sampai umur 17 tahun dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan bahasa Inggris sebagai bahasa asing yang utama.

#2. Menghapus sistem pelajaran sekarang (Belanda), dan menyusun sistem yang langsung berdasarkan atas kepentingan-kepentingan Indonesia yang sudah ada dan yang akan dibangun.

#3. Memperbaiki serta memperbanyak jumlah sekolah-sekolah kejuruan, pertanian, perdagangan, dan sebagainya. Serta memperbaiki dan memperbanyak jumlah sekolah bagi pegawai-pegawai tinggi di lapangan teknik dan administrasi.

Konsep Tan Malaka bisa disebut pedagogik tranformatif yaitu proses memanusiakan manusia untuk dapat membentuk masyarakat baru dan pengetahuan baru yang diciptakan oleh keterlibatan mereka sendiri.

Semoga bermanfaat.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.