Perkembangan Metamorfosis Katak

Perkembangan tidak pernah berhenti. Sepanjang kehidupan kita terus-menerus menurunkan sel-sel darah, limfosit, keratinosit dan epitel-epitel saluran pencernaan yang baru dari sel-sel yang lain, selain itu untuk perubahan-perubahan harian terus-menerus ini, ada contoh-contoh jelas yang menunjukkan bahwa kadang-kadang ada perkembangan yang baru dimulai setelah kehidupan dewasa. Perkembangan secara umum adalah suatu proses perubahan dari telur terbuahi menuju ke bentuk dewasanya, inilah yang dinamakan dengan metamorfosis. Metamorfosis pada amphibi sebagai perkembangan yang merubah secara keseluruhan bentuk, fisiologis maupun biokimia individu, sementara pada beberapa insekta, metamorfosis hanya bersifat melengkapi bentuk larva dengan perlengkapan-perlengkapan untuk menjadi bentuk dewasanya. Perubahan-perubahan metamorfik benar-benar merubah seluruh jaringan dan organ.

Metamorfosis merupakan suatu tingkat transisi ketika suatu hewan mengalami perubahan morfologik, fisiologi dan biokimiawi penting dan pada saat yang sama hewan berhadapan perubahan habitat. Perubahan-perubahan metamorfik benar-benar merubah seluruh jaringan dan organ. Dua perkembangan ini kemungkinan menguntungkan. Perubahan tersebut memungkinkan larva muda makan lebih banyak dan tumbuh cepat dalam lingkungan akuatik yang disenangi dan sesudah metamorfosis ke dalam bentuk kehidupan darat yang memungkinkan hewan dewasanya berkoloni pada habitat sekunder berbasis tanah selama metamorfosis, proses-proses perkembangan diaktifkan kembali oleh hormon-hormon spesifik dan keseluruhan organisme berubah untuk mempersaipkan dirinya pada model baru. Metamorfosis pada berudu menyebabkan perkembangan pemasakan enzim-enzim, hati, hemoglobin, dan pigmen mata termasuk juga remodelling enzim syaraf, digesti, dan reproduksi.

 

Perkembangan Metamorfosis Katak

 

Menurut Robert (1976), perkembangan embrio dan metamorfosis katak dapat dicirikan dengan melihat perubahan bentuk telur dan warnanya. Perkembangan embrio dan metamorfosis katak secara lengkap adalah sebagai berikut:
  • Stadia 1 : Adanya perubahan embrio hingga bagian yang gelap paling atas.
  • Stadia 2 : Terlihat adanya warna kelabu pada bagian yang berlawanan dengan bagian yang gelap paling atas.
  • Stadia 3 : Pembelahan sel menjadi 2 bagian.
  • Stadia 4 : Pembelahan sel menjadi 4 bagian.
  • Stadia 5 : Pembelahan sel menjadi 8 bagian.
  • Stadia 6 : Pembelahan sel menjadi 16 bagian.
  • Stadia 7 : Pembelahan sel menjadi 32 bagian.
  • Stadia 8-9 : Terdapat perbedaan ukuran sel serta kecerahan telur secara keseluruhan.
  • Stadia 10 : Terdapat lingkaran putih yang relatif kecil pada bagian bawah telur.
  • Stadia 11 : Lingkaran putih yang terbentuk semakin berputar menuju bagian atas.
  • Stadia 12 : Terdapat lingkaran putih yang berada di sisi telur.
  • Stadia 13 : Terjadi perkembangan telur yang semakin datar dan perkembangan daerah bulat yang selanjutnya akan menjadi punggung larva.
  • Stadia 14 : Calon bagian punggung yang terbentuk pada stadia 13 semakin jelas terlihat.
  • Stadia 15 : Calon bagian dorsal larva semakin jelas dan ukurannya semakin memanjang.
  • Stadia 16 : Mulai terlihat calon kepala dan bagian bawah perut.
  • Stadia 17 : Telur telah berubah bentuknya hingga menyerupai bentuk tubuh berudu.
  • Stadia 18 : Batang ekor mulai jelas terlihat dan calon bagian insang mulai terbentuk, sedangkan bagian ventral mulai menyurut.
  • Stadia 19 : Bentuk tubuh semakin memanjang sebagai akibat adanya pertumbuhan ekor dan mengecilnya bagian perut. Dengan insang dan jantung mulai terlihat.
  • Stadia 20 : Bagian perut semakin mengecil dan sirkulasi bagian insang dan ekor mulai terlihat jelas.
  • Stadia 21 : Terbentuknya insang pada bagian sisi dan mata pada daerah kepala.
  • Stadia 22 : Bagian mata semakin jelas terlihat bagian selaput pembungkus ekor semakin transparan disamping insang semakin jelas.
  • Stadia 23 : Mulai terlihat adanya perkembangan mulut dan tutup insang.
  • Stadia 24 : Tutup insang mulai berkembang, sehingga insang mulai menutup.
  • Stadia 25 : Tutup insang mulai lengkap dan menutupi kedua insang, sehingga insang sudah tidak terlihat semakin pesat dan sudah mulai terbentuk gigi-gigi kecil.
  • Stadia 26-30 : Permulaan terbentuknya calon kaki belakang.
  • Stadia 30-31 : Ditandai dengan adanya perkembangan jari pada kaki belakang.
  • Stadia 41 : Semakin memendeknya kloaka, bentuk tubuh mulai mendatar dan berbentuk oval.
  • Stadia 42-44 : Lebar mulut mulai berkembang bila dibandingkan dengan letak mata pada sisi tubuh.
  • Stadia 45-46 : Bentuk kaki tubuh mulai menyerupai katak dewasa. Pada stadia ini kaki depan mulai berjari dan ekor mulai memendek.
Katak dewasa hidup di darat, pernafasannya dengan paru-paru. Selain dengan paru-paru, oksigen dapat berdifusi dalam rongga mulut yaitu melalui selaput rongga mulut dan juga melalui kulit. Permukaan kulit katak selalu basah dan lembab sehingga memungkinkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kulit tersebut (Robert, 1976).

Perkembangan merupakan suatu proses perubahan dari telur terbuahi menuju ke bentuk dewasanya, tetapi sebenarnya ada dua proses perkembangan diluar perkembangan secara umum yaitu proses perkembangan dari bentuk larva ke bentuk dewasanya dan perkembangan sebagai pembentukan organ baru setelah salah satuorgan aslinya rusak atau diambil pada individu yang sudah dewasa. Hewan yang perkembangan embrionalnya di luar tubuh induknya, biasanya di dalam sitoplasma telurnya telah di lengkapi dengan sediaan makanan yang mencukupi untuk perkembangan tingkat embrional sampai menjadi individu secara fisiologis masak, artinya menjadi individu yang relatif mampu hidup mandiri. Relatif disini, karena beberapa individu masih membutuhkan bantuan dan perlindungan dari induknya. Beberapa hewan yang sediaan makanan didalam telur tidak mencukupi untuk mencapai hal tersebut, sehingga hewan tersebut harus melewati stadium untuk makan dan untuk menghimpun energi untuk menyelesaikan perkembangannya. Stadium ini sungguh berbeda dengan bentuk dewasanya, atau masih belum lengkap sehingga ia harus melengkapinya kemudian. Proses perkembangan ini disebut metamorfosis. Amphibi terutama katak merupakan contoh hewan yang mengalami metamorfosis.

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan metamorfosis atau lamanya periode larva adalah komponen penting untuk kemampuan perkembangan Amphibi saat masih hidup di perairan. Berudu hidup pada kesatuan kecil di air yang terisolasi dan mengalir. Mereka bertahan hidup di air selama beberapa minggu.

Jenis-jenis metamorfosis

1. Metamorfosis tidak sempurna

Metamorfosis tidak sempurna umumnya terjadi pada hewan jenis serangga seperti capung, belalang, jangkrik dan lainnya. Dikatakan tidak sempurna karena hewan tersebut hanya melewati 2 tahapan, yaitu dari telur menjadi nimfa kemudian menjadi hewan dewasa.

2. Metamorfosis sempurna

Metamorfosis sempurna kebalikan dari metamorfosis sempurna. Contoh proses metamorfosis sempurna terjadi pada katak dan kupu-kupu.

Metamorfosis pada katak umumnya berhubungan dengan perubahan yang mempersiapkan suatu organisme akuatik untuk kehidupan darat. Perubahan tersebut memungkinkan larva muda makan lebih banyak dan tumbuh lebih cepat dalam lingkungan akuatik yang disenangi dan sesudah metamorfosis ke dalam bentuk kehidupan darat yang memungkinkan hewan dewasanya berkoloni pada habitat sekunder berbasis tanah (Turner dan Bagnara, 1976). Selama metamorfosis, proses-proses perkembangan diaktifkan kembali oleh hormon-hormon spesifik dan keseluruhan organisme berubah untuk mempersiapkan dirinya pada model baru. Metamorfosis pada berudu menyebabkan perkembangan pemasakan enzim-enzim, hati, haemoglobin dan pigmen mata termasuk juga remodelling enzim syaraf, digesti dan reproduksi (Gilbert & Susan, 2000). Perubahan-perubahan biokimiawi yang terjadi menyertai metamorfosis pada amphibi diantaranya fotopigmen berudu yang hidup di air, yaitu porpiropsin diganti dengan rodopsin untuk kehidupan darat. Perubahan-perubahan metamorfik benar-benar merubah seluruh jaringan dan organ (Karraker, 2007).

Metamorfosis pada amphibi merupakan proses perkembangan dari stadium larva atau berudu menuju ke stadium katak muda (percil) dan katak dewasa. Perkembangan ini mengubah secara keseluruhan atau total bentuk, fisiologis maupun biokimia individu. Perubahan ini berhubungan dengan perubahan untuk mempersiapkan organisme akuatik untuk kehidupan darat (Sounders, 1982).

Ada tiga tingkatan perubahan metamorfik. Tahapan yang pertama adalah premetamorfosis yang ditandai dengan pertumbuhan larva yang sangat dominan. Tahap selnjutnya adalah tahap prometamorfosis. Selama tahapan prometamorfosis, petumbuhan berlanjut dan beberapa perkembangan berubah, seperti mulai munculnya membra belakang. Perkembangan membra depan dapat menandai dimulainya metamorfosis klimaks, suatu periode perubahan morfologi dan fisiologi yang luas dan dramatik. Perubahan-perubahan ini disertai regresi ekor katak dan penyusunan kembali cara makan, sistem pencernaan, sistem pernapasan, sistem ekskresi, sistem gerak dan sistem syaraf yang terjadi pada katak dan salamander (Walbot and Holder, 1987).

Siklus hidup katak pada umumnya dimulai dari telur, larva berudu (kecebong) lalu menjadi katak muda dan katak dewasa. Larva adalah bentuk antara dalam proses perkembangan individu sebelum mencapai bentuk tetapnya pada hewan dewasa yang mampu berkembang biak. Jadi, larva adalah bentuk setelah selesai fase embrio (dan atau fetus) dan sudah tidak bergantung pada yolk untuk makanannya serta bisa menemukan dan mencari makanan sendiri. Berudu adalah larva yang hidup di air berasal dari hasil penetasan telur katak dan berbentuk oval dengan ekor panjang dan tidak memiliki anggota badan. Berudu akan berenang bebas di dalam air. Berudu memiliki insang, ekor, dan mulut seperti lingkaran kecil. Berudu akan tumbuh sampai ia bermetamorfosis. Metamorfosis dimulai dari perkembangan kaki belakang, kemudian kaki depan. Paru-paru berkembang, dan kecebong mulai berenang di permukaan air untuk bernapas. Usus memendek untuk memenuhi diet karnivora (Sounders, 1982).

Faktor-faktor yang mempengaruhi metamorfosis dapat dibedakan menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan, antara lain kualitas air, adanya parasit serta jumlah pakan yang tersedia. Sedangkan faktor internal meliputi perbedaan umur, kemampuan beradaptasi dengan lingkungannya dan adanya ketahanan terhadap penyakit (Huet, 1971).

Perkembangan Metamorfosis

Metamorfosis adalah transisi perubahan secara dramatis untuk kehidupan baru di tempat baru dalam tubuh baru. Amphibi juga dapat menunda metamorfosisnya dalam waktu tertentu, dan metamorfosis dipengaruhi ada atau tidak adanya predator larva. Keadaan ini berbeda dari yang sudah dijelaskan untuk invertebrata laut tidak ada indikasi bahwa metamorfosis larva berudu lebih dari rata-rata fisiologis mampu bermetamorfosis lebih awal (Pechenik, 2006).

Metamorfosis pada amphibi merupakan suatu proses rangkaian morfologik, biokimia dan tingkah laku yang luas, yang merubah larva akuatik dan herbivora menjadi hewan dewasa muda yang bernafas dengan paru-paru, karnivora dan hidup di darat. Sebagian besar perubahan morfologik dan biokimiawi metamorfosis amphibi diduga dimediasi langsung oleh hormon tiroid T3 dan T4. Beberapa perubahan, seperti sintesis vitelogenin yang diinduksi estrosol, tampak diregulasi secara tidak langsung oleh hormon kelenjar tiroid, yang lain seperti penggantian hemoglobin larva ke hemoglobin dewasa disebabkan kronologi kedewasaan dan bebas dari aktivitas hormonal (Blakery, 1985).

Metamorfosis katak termasuk metamorfosis sempurna seperti yang dinyatakan oleh Sugianto (1996), bahwa katak merupakan hewan yang mengalami metamorfosis sempurna. Contoh hewan yang mengalami metamorfosis sempurna adalah katak dan kupu-kupu. Siklus hidup katak yaitu awalnya katak betina dewasa bertelur, kemudian telur tersebut akan menetas setelah 10 hari. Setelah menetas, telur katak tersebut menetas menjadi berudu. Setelah berumur 2 hari, berudu mempunyai insang luar yang berbulu untuk bernapas. Setelah berumur 3 minggu insang berudu akan tertutup oleh kulit. Menjelang umur 8 minggu, kaki belakang berudu akan terbentuk kemudian membesar ketika kaki depan mulai muncul. Umur 12 minggu, kaki depannya mulai berbentuk, ekornya menjadi pendek serta bernapas dengan paru-paru. Setelah pertumbuhan anggota badannya sempurna, katak tersebut akan berubah menjadi katak dewasa.

Berdasarkan pengamatan praktikum metamorfosis yang dilakukan selama dua minggu, diperoleh hasil bahwa lebar kepala berudu pada pengamatan minggu pertama dan kedua menunjukkan ukuran kepala semakin besar. Panjang tubuh berudu pada pengamatan minggu pertama dan kedua menunjukkan ukuran tubuh yang semakin memanjang. Hal ini dikarenakan berudu sedang mempersiapkan diri untuk tumbuh menjadi katak dewasa (Sugianto, 1996). Sedangkan panjang ekor berudu pada pengamatan minggu pertama menunjukkan panjang ekor yang semakin memanjang. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Sugianto (1996), yang menyebutkan bahwa berudu yang mengalami metamorfosis ekornya akan semakin memendek. Pada pengamatan hari ke-0, minggu pertama dan minggu kedua, lokomosi berudu masih tetap menggunakan sirip ekor, bentuk ususnya juga masih menggulung, sirkuler (spiral) dan panjang yang mencirikan usus herbivora, bagian ventralnya transparan dan belum muncul pertunasan membra depan.

Pada hari ke-7 atau minggu pertama sudah mulai muncul tunas membra belakang yang tumbuh pada semua berudu, tetapi tidak terlihat jelas, sedangkan pertunasan membran depan belum ada. Ukuran tubuh rata-rata pada hari ke-0 adalah panjang total tubuh yaitu 10,6 mm, panjang ekor yaitu 6,1 mm dan lebar kepala yaitu 3,9 mm. Ukuran rata-rata tubuh pada hari ke-7 yaitu panjang total 16,1 mm, panjang ekor 9 mm, dan lebar kepala 5,4 mm. Pada pengamatan kelompok kami, hanya diperoleh data sampai pada hari ke-7 atau minggu pertama, dikarenakan pada minggu terakhir pengamatan, semua berudu pengamatan kelompok kami mati.

Mungkin dikarenakan pemeliharaan yang kurang baik, terlalu banyak memberi makan (daun bayam yang telah direbus), air yang terlalu keruh karena tidak disipon yang seharusnya pada hari itu harus disipon, dan pernah juga kami memberi makan berudu dengan bayam bekas atau bayam sisa dari kelompok lain, karena sudak tidak ada stok makanan lagi. Sangat disayangkan, selama 13 hari pengamatan, pada saat malam sebelum pengamatan, semua berudu kelompok kami mati, dan kesalahan kami pada saat itu tidak mengukur perubahan panjang berudu baik ekor, lebar kepala, maupun panjang total tubuhnya, sehingga kami tidak memperoleh data pada saat pengamatan hari ke-14.

Menurut Brotowidjoyo (1990), pada awal metamorfosis, ada tiga peristiwa yang mendorong peningkatan produksi hormon tiroid yaitu:

  1. TRH yang selalu ada dalam sel-sel hipotalamus, menjadi lebih dipersiapkan untuk pituitaria. Kemungkinan ini terjadi ketika sistem aliran darah lebih sempurna menghubungkan hipotalamus dengan pituitaria anterior. Tentu saja, perkembangan hubungan ini dari epithelium dua lapis sederhana sendiri dikontrol tiroksin. Ini tidak terdiferensiasi pada hewan yang ditiroidektomi, tetapi dengan meredam larva yang ditiroidektomi pada larutan tiroksin yang bertahap dinakkan konsentrasinya, terbentuk struktur sirkulasi yang komlikated.
  2. Penambahan hari dan temperatur yang lebih hangat, rupa-rupanya meningkatkan pembebasan TRH.
  3. Dikarenakan hipotalamus dan pitiutaria menyalakan keresponanmya pada peningkatan kadar hormon tiroid dalam darah, untuk sewaktu-waktu tiroksin lebih memacu produksi TRH dan TSH dibanding penghambatnya.

Ada tiga tingkatan perubahan metamorfik. Tahapan yang pertama adalah premetamorfosis yang ditandai dengan pertumbuhan larva yang sangat dominan, yaitu ukuran tubuh berudu semakin besar. Tahapan yang kedua adalah prometamorfosis. Selama tahapan prometamorfosis, petumbuhan berlanjut dan beberapa perkembangan berubah, seperti mulai munculnya membra belakang. Perkembangan membra depan dapat menandai dimulainya metamorfosis klimaks, suatu periode perubahan morfologi dan fisiologi yang luas dan dramatik. Pengamatan menunjukkan perubahan dengan munculnya tunas membra belakang, berarti tahapan metamorfik berudu ini sedang berada pada tahap prometamorfosis (Kimball, 1992).

Perubahan metamorfik perkembangan katak terjadi oleh sekresi hormon tiroksin (T4) dan triodotyronin (T3) dari tyroid. Menurut Soeminto (2000), menyatakan bahwa untuk mempercepat metamorfosis anak katak adalah dengan memberi suntikan ekstrak pada anterior tympani, pemberian yodium dan tyroid. Angka kematian tinggi karena besarnya reduksi dan tingginya transformasi konsentrasi yodium. Anak katak kehilangan kesempatan sebagai pelengkap metamorfosis disebabkan adanya pengaruh suntikan pada anterior tympani juga kadar yodiumnya. Pengaruh suntikan menyebabkan spesimen menjadi tua yang kemungkinan berpengaruh besar pada posterior tympani daripada anterior tympani.

Membesarnya otot-otot dan kartilago berkembang untuk memompa udara masuk. Metamorfosis pada amphibi umumnya berhubungan dengan perubahan yang mempersiapkan suatu organisme akuatik untuk kehidupan darat. Perubahan regresif pada anura menyertakan hilangnya gigi tanduk berudu, pemendekan ekor dan insang internal. Waktu yang sama, proses-proses penyusunan seperti perkembangan membra dan morfogenesis kelenjar tiroid. Perubahan lokomosi dengan menyusutnya ekor pendayung yang disertai perkembangan membra belakang dan membra depan. Insang beregresi dan lengkung insang menghilang. Intestinum panjang yang khas hewan herbivora memendek karena akan bermetamorfosis menjadi katak yang bersifat karnivora. Paru-paru dan keluar paru-paru. Telinga tengah berkembang, sebagai karakteristik membran timpani luar katak dan toad. Muncul membran niktitan pada mata (Robert, 1976).

Beberapa spesies amfibi bergantung pada ekosistem akuatik untuk mengakhiri salah satu tingkat kehidupannya. Kulit amfibi sangat permeabel dan berfungsi khususnya untuk pengambilan air dan bernafas. Perkembangan normal bergantung pada aliran yang lambat dari air menembus ruang vitelin pada embrio katak. Kadar salinitas yang tinggi maka sedikit air diserap ke ruang vitelin, keterlambatan perkembangan dapat menyebabkan perkembangan abnormal. Rata-rata kadar salinitas berkurang dari perkembangan, tingkat glukosa dan protein total meningkat secara internal (Karraker, 2007).

Selama metamorfosis, proses perkembangan diaktifkan kembali oleh hormon-hormon spesifik dan keseluruhan organisme berubah untuk mempersiapkan dirinya pada model baru. Metamorfosis pada berudu menyebabkan perkembangan pemasakan enzim-enzim hati, hemoglobin dan pigmen mata (Gilbert, 2000). Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari metamorfosis adalah adanya hormon tiroksin yang disekresi oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid terdapat pada pangkal tenggorokan. Hormon tiroksin pada manusia mengendalikan laju produksi energi dan reaksi di dalam sel pada umumnya. Hewan seperi katak, tiroksin mengontrol perubahan-perubahan pada saat terjadi proses metamorfosis (Haliday, 1994).

Pentingnya hormon kelenjar tiroid dalam metamorfosis secara jelas diperlihatkan Snell (1983) ketika mereka menemukan bahwa pengambilan kelenjar tiroid pada larva mencegah perubahan metamorfosis. Peran hormon tiroid juga dapat diperagakan melalui eksperimen yang menunjukkan larva ditiroidektomi yang diberi makan cacahan jaringan tiroid atau hormon kelenjar tiroid segera akan mengalami metamorfosis. Hal yang sama pada T3 yang diimplantasikan kedalam ekor berudu premetamorfik menyebabkan kerusakan dan regresi jaringan lokal. Efek langsung hormon kelenjar tiroid pada regresi ekor dapat mudah dilihat dalam laboratorium dengan menggunakan blok kultur jaringan ekor in vitro; bila hormon tiroid ditambahkan pada medium kultur, histolisis yang karakteristik dan reduksi jaringan terjadi sesudah 3 sampai 4 hari.

Faktor-faktor yang mempengaruhi metamorfosis menurut Huet (1971), yaitu dibedakan menjadi dua faktor, faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan antara lain kualitas air, adanya parasit serta jumlah pakan yang tersedia. Faktor internal meliputi perbedaan umur, kemampuan beradaptasi dengan lingkungannya dan adanya ketahanan terhadap penyakit.

Selain dua faktor tersebut juga ada salah satu faktor lain yang mempengaruhi, yaitu faktor hormon. Hormon utama metamorfosis amphibi adalah hormon thyroid, yang serupa dengan ecdyson pada metamorfosis serangga. Hormon ini diproduksi dalam kelenjar thyroid yang terletak pada bagian ventral dari trachea pada leher. Komponen aktif dari hormon thyroid adalah thyroxine (T4) dan triodothyronine (T3), keduanya merupakan derivat dari asam amino tyrosine. Triodothyronine (T3) secara umum terlihat sebagai komponenyang lebih aktif, juga disintesis dari thyroxine (T4) dalam jaringan lain dari kelenjar thyroid. Ketika kelenjar thyroid dipindahkan dari berudu muda, mereka tumbuh menjadi berudu dewasa yang tidak pernah mengalami metamorfosis. Sebaliknya, ketika hormon thyroid diberikan pada berudu muda dengan makanan atau injeksi, mereka bermetamorfosis secara prematur (Kalthoff, 1996). Metamorfosis amphibi adalah contoh dari perkembangan kompleks proses yang diatur oleh faktor endokrin (Rosenkilde dan Ussing, 1996). Kontrol hormon tyroid secara luas dipahami pada metamorfosis katak. Thyroid-stimulating hormone (TSH) dianggap sebagai regulator fisiologis utama pertumbuhan berudu (Badawy, 2011).

REFERENSI

Badawy G. M. 2011. Effect of thyroid stimulating hormone on the ultrastructure of the thyroid gland in the Mexican axolotl during metamorphic climax. Journal of Applied Pharmaceutical Science Vol. 01 (04): 60-66.

Blakery, J. 1985. The Sience of Animal Husbandry. Reston Publishing Company Inc.

Brotowidjoyo, M. D. 1990. Zoologi Dasar. Erlangga, Jakarta.

Gilbert, S.F., & S.R. Susan. 2000. Developmental Biology. Sinaur Assacieates, Massachusetts.

Haliday, T. 1994. The Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. Anarbmedia Oxford, Oxford.

Huet, M. 1971. Text Book of Fish Culture Breeding and Cultivation of Fish. Fishing News Books Ltd, Surrey.

Kalthoff, K. 1996. Analysis of Biological Development. Mc Graw-Hill, Inc, USA.

Karraker, N. E. 2007. Are Embrionic and Larval Green Frogs (Rana clamitans) Insensitive to Road Deicing Salt? Herpetological Conservation and Biology 2. 1: 35-41.

Kimball, T.W. 1992. Biologi Jilid II. Erlangga, Jakarta.

Pechenik, J. A., 2006. Larva Experience and Latent Effects-metamorphosis is not a new beginning. Itegrative and Comparative Biology 46. 3 : 323-333.

Robert, T. 1976. Vertebrate Biology Fourth Edition. W. B. Saunders Company, USA.

Rosenkilde P, and Ussing A. 1996. What mechanisms control neoteny and regulate induced metamorphosis in urodeles. Int. J. Dev. Biol. Vol. 40: 665-673.

Snell, R. S. 1983. Clinical Embriology. Little Brown and Co, Buston.

Soeminto. 2000. Biologi Perkembangan III. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Sounders, J.W. 1982. Developmental Biology. Mac Millan Publishing Co, New York.

Sugianto. 1996. Perkembangan Hewan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Turner and

Bagnara. 1976. Endokrinologi Umum. Universitas Airlangga Press, Surabaya.Walbot, Vand. N. Halder. 1987. Development Biology. Random House, New York.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.