Penyakit Tanaman Akibat Virus

Penyakit Tanaman Akibat Virus Tumbuhan – Virus merupakan jasad renik yang dapat dilihat morfologinya dengan mengggunakan mikroskop elektron. Virus sendiri tidak mampu hidup di luar sel hidup.

Virus adalah agen infektius yang mengandung asam nukleat yang terdiri atas DNA dan dapat hidup dalam dua stadia berbeda, yaitu stadium intra seluler dan stadium intraseluler. Virus dikatakan infeksius ketika dalam stadium seluler yang merupakan partikel submikroskopik yang mengandung asam nukleat dan dikelilingi oleh protein atau komponen lain. Virus tidak dapat dilihat dengan mikroskop medan terang, namun dapat diamati dengan menggunakan mikroskop elektron.

Virus tumbuhan pertama kali ditemukan pada tahun 1576, sebagai patogen yang menimbulkan gejala perubahan warna pada bunga tulip, yang semula berwarna polos menjadi bergejala setrip (bercak bergaris). Bunga tulip bergejala setrip tersebut mempunyai harga jual yang lebih tinggi. Petani dapat menghasilkan tulip-tulip lain yang bersetrip pula dengan cara menempelkan umbi tulip bersetrip dengan umbi tulip lain yang akan dijadikan sebagai bibit tanaman.

Virus tumbuhan tidak mengandung suatu enzim, toksin atau zat lain yang pada patogen lain dapat terlibat dalam patogenisitas dan menyebabkan berbagai macam gejala pada tanaman inangnya. Asam nukleat virus (RNA) merupakan satu-satunya penentu penyakit, tetapi adanya RNA atau virion di dalam tanaman meskipun dalam jumlah banyak tidaklah cukup sebagai alasan penyebab gejala penyakit. Hal ini disebabkan karena beberapa tumbuhan yang mengandung konsentrasi virus lebih tinggi menunjukkan gejala yang kurang berat dibandingkan dengan tumbuhan lainnya yang kandungan virusnya lebih sedikit, atau kadang-kadang mereka itu hanya sebagai tanaman pembawa virus yang tidak menunjukkan gejala.

Penyakit Tanaman Akibat Virus Tumbuhan
Virus pada daun kacang  panjang

Virus tumbuhan diperlukan dalam konsentrasi tinggi (105 virion) untuk dapat menginfeksi tanaman. Virus hewan hanya memerlukan 10-100 virion dan virus bakteri memerlukan 1-10 virion saja. Hewan dapat membentuk antibodi untuk menghindari infeksi virus. Mekanisme pertahanan seperti ini tidak terjadi pada tumbuhan. Tumbuhan yang sakit akan selalu mengandung virus selama hidupnya, sehingga akan selalu terbawa pada tanaman hasil pembiakan terutama pembiakan vegetatif.

Daur Infeksi Virus Tumbuhan

Daur infeksi virus tumbuhan dimulai dengan virus masuk ke dalam sitoplasma melalui bantuan vektor atau perlakuan secara mekanis. Virus melepaskan genom virus (asam nukleat DNA atau RNA) dari virion (uncoating) setelah berada dalam sitoplasma sel inang. Asam nukleat virus bergabung dengan perangkap metabolisme inang untuk translasi protein virus. Ekspresi gen virus diperlukan untuk replikasi genom virus dan patogenesis virus. Replikasi genom virus ditujukan untuk sintesis virus baru (DNA atau RNA).

Perubahan tanaman yang terinfeksi virus dari tanaman normal disebut dengan gejala (symptom). Gejala penyakit virus merupakan dampak infeksi virus yang dapat diamati pada tanam terinfeksi. Gejala yang tampak merupakan akibat adanya gangguan fisiologi tanaman. Infeksi virus juga akan mempengaruhi jumlah dan bentuk sel serta organel. Gangguan fisiologi tanaman mengakibatkan tanaman inang menunjukan gejala di seluruh bagian tanaman, seperti tanaman menjadi bantut, perubahan warna daun, ukuran dan bentuk buah yang dihasilkan. Infeksi virus pada tanaman inang tidak hanya menimbulkan satu tipe gejala, sebagai contoh tanaman yang menunjukan gejala bantut bersaman dengan gejala nekrosis.

Level yang tinggi dari replikasi parasit menaikan kemungkinan untuk transmisi pada sel inang, replikasi secara cepat seperti untuk merusak inang (contohnya untuk asosiasi dengan virulensi yang tinggi), meskipun eksploitasi berlebihan dari sumber inang oleh parasit. Banyak model yang memprediksi keberadaan dan level optimal dari virulensi yang berintegrasi dengan manfaat dari transmisi dan kemampuan untuk membunuh inang, yang terkenal dengan hipotesis trade off. Siklus hidup virus tanaman dibagi menjadi dua hal yang unik, (1) inang tidak dapat bergerak selama tahap vegetatif dan (2) virus berada dalam tubuh inang dalam waktu yang jarang. Virus tidak dapat mempenetrasi kutikula tanaman secara lengkap dan selulosa pada dinding sel mengalami transmisi secara vertikal atau horizontal oleh vektor. Tahap selanjutnya adalah cara mekanisme lain yang terjadi secara umum.

Jenis Virus Tumbuhan

Virus tumbuhan sangat bermacam-macam, namun ada beberapa karakteristik atau sifat virus yang dapat digunakan untuk mengelompokkan virus tumbuhan. Pengelompokan virus tumbuhan didasarkan pada susunan genom virus, homologi runutan nukleotida, hubungan serologi, hubungan dengan vektor, kisaran inang, patogenisitas, gejala penyakit, serta penyebaran geografi. Berdasarkan hubungan dengan vektornya misalnya pada virus yang secara alami menyerang kedelai yaitu Soybean Stunt Virus (SSV), Indonesian Soybean Swarf Virus (I-SDV), Soybean Mosaic Virus (SMV), Cowpea Mild Mottle Virus (CPMMV) dan hanya CPMMV yang dapat ditularkan oleh Bemisia tabacci. Berdasarkan susunan genom virus, virus dengan genom DNA misalnya Cauliflower Mosaic Virus.

Virus tumbuhan, seperti virus yang menyerang hewan dan bakteri, mempunyai sifat khas. Black dan Brakke, pada tahun 1952, melaporkan CWTV (Clover Wound Tumor Virus) tidak hanya dapat memperbanyak diri di dalam tanaman inang, tetapi juga di dalam serangga vektor. Virus tumbuhan juga dapat menginfeksi hewan, namun kejadian tersebut jarang terjadi. Virus tumbuhan tidak dapat menyelesaikan daur hidupnya hanya pada salah satu dari inang tersebut.

Penyakit Tanaman Akibat Virus Tumbuhan

Virus tumbuhan dalam beberapa hal berbeda dengan virus yang menyerang hewan atau bakteri. Perbedaan tersebut, salah satunya adalah mekanisme penetrasi virus ke dalam sel inang. Virus tumbuhan hanya dapat masuk ke dalam sel tumbuhan melalui luka yang terjadi secara mekanis atau yang disebabkan oleh serangga vektor. Hal ini disebabkan karena virus tumbuhan tidak mempunyai alat penetrasi untuk menembus dinding sel tumbuhan. Virus yang menyerang hewan dan bakteri dapat melakukan penetrasi langsung melalui selaput sel, seperti bakteriofag (virus yang menyerang bakteri) mempunyai alat penetrasi yang dapat menembus selaput sel bakteri.

Penularan secara mekanis merupakan metode penularan yang mudah dilakukan dan banyak digunakan untuk percobaan penularan di laboratorium. Inokulasi secara mekanis dioleskan dengan mengoleskan sap (ekstrak daun) pada permukaan daun tanaman yang mengalami luka mikro  (sublethal wouding or abrasi) secara mekanis. Efisiensi inokulasi virus dapat dilakukan dengan penambahan karborundum ke dalam sap atau ditaburkan pada permukaan daun. Karborundum berfungsi sebagai agensia abrasi saat ekstrak dioleskan pada permukaan daun tanaman.

Mekanisme infeksi virus secara vegetatif dapat menggunakan setiap bagian tanaman yang digunakan menjadi tanaman baru. Mekanisme infeksi virus secara vegetatif dilakukan dengan cara okulasi, penyambungan, penyetekan, umbi, kultur jaringan dan rizoma akan mengandung virus yang berasal dari tanamn induk. Penyambungan merupakan metode perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan menyambung bagian tanaman dengan tanaman lain. Penyambungan banyak digunakan dalam melakukan percobaan penularan virus di laboratorium.

Mekanisme infeksi virus secara generatif dapat dilakukan melalui biji. Setiap biji yang terinfeksi dapat menghasilkan sumber infeksi baru pada musim berikutnya atau di tempat lain. Penularan virus melalui biji terjadi apabila virus terdapat di dalam biji atau pada jaringan embrio dan kulit biji. Virus juga dapat bertahan secara eksternal dalam sisa daging buah yang mengering. Infeksi virus pada embrio hanya terjadi apabila tanaman terinfeksi sebelum penyerbukan bunga. Serbuk sari juga dapat terinfeksi dan menyebabkan terjadinya infeksi embrio.

Cara Mengetahui Tanaman Terinfeksi Virus Atau Bukan

Postulat Koch adalah metode yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya virus yang menginfeksi suatu tumbuhan. Postulat Koch berkembang pada abad ke-19 sebagai panduan umum untuk mengidentifikasi patogen yang dapat diisolasikan dengan teknik tertentu. Postulat Koch tetap dianggap esensial untuk menentukan diagnosis yang handal mengenai penyakit infeksi. Penerapan postulat tersebut telah memberi keterangan tentang sifat berbagai macam penyakit dan sangat membantu untuk membeda-bedakannya.

Postulat Koch dapat diaplikasikan terhadap penyakit virus untuk menunjukkan bahwa patogennya adalah virus, jika :

  1. Virus harus menyertai penyakit
  2. Virus harus dapat diisolasi dari tumbuhan yang sakit
  3. Jika diinokulasikan ke dalam tumbuhan inang yang sehat, harus dapat menghasilkan kembali penyakit yang serupa
  4. Virus yang sama harus dapat ditunjukkan ada di dalam tumbuhan percobaan dan harus dapat diisolasi kembali.

Tanaman kacang-kacangan (leguminosae) merupakan tanaman yang sering digunakan untuk uji Postulat Koch. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan tanaman yang relatif cepat sehingga mudah diamati gejala yang ditimbulkan apabila terdapat penyakit yang disebabkan oleh berbagai macam agen penginfeksi. Penyakit yang menyerang pertanaman kacang tanah di Indonesia, pada umumnya adalah penyakit layu bakteri, bercak daun awal, bercak daun lambat, dan karat yang masing-masing disebabkan oleh Ralstonia solanacearum, Cercospora arachidicola, Cercosporidium personatum, dan Puccinia arachidis. Penyakit karat daun Puccinia arachidis merupakan penyakit yang cukup berbahaya pada pertanaman kacang tanah.

Puccinia arachidis sendiri merupakan cendawan parasit obligat yang tidak dapat hidup sebagai secara saprofit. Virus yang menyerang kacang-kacangan misalnya PStv dan PmoV yang dapat menimbulkan gejala bilur (blotch) pada kacang tanah.

Gejala internal penyakit virus merupakan perubahan histologi pada bagian tanaman yang terinfeksi virus khususnya daun, daun lembaga, dan cabang tanaman, dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu nekrosis, atau kematian sel, hiperplasia atau pertumbuhan sel yang berlebihan, serta hipoplasia atau penurunan pertumbuhan sel. Hipoplasia merupakan gejala yang muncul bersamaan dengan gejala mosaik, penurunan jumlah klorofil, tidak berkembangnya sel mesofil dan tidak terdapatnya rongga antar sel, seperti misalnya bagian daun yang menguning pada gejala mosaik.

Dari Berbagai Sumber

Akin, H. M. 2006. Virologi Tumbuhan. Kanisius, Yogyakarta.

Bos, L. 1990. Pengantar Virologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Castle S., John Palumbo., Nilima Prabhaker. 2009. Newer insecticides for plant virus disease management. USDA-ARS, Arid-Land Agricultural Research Center, 21881 N. Cardon Lane, Maricopa, AZ 85238, USA.

Dwidjoseputro, D. 1973. Dasar-dasar mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.

Froissart, R., J. Doumayrou, F. Vuillaume, S. Alizon and Y. Michalakis. 2012. The Virulence-Transmission Trade-Off in Vector-Borne Plant Viruses: A Review of non-Existing Studies. Phil. Trans. R. Soc. B (2010) 365, 1907–1918 doi:10.1098/rstb.2010.0068.

Gibbs, A., and B. Harrison. 1980. Plant Virology: The Principles. Edward Arnold, London.

Lay, H. W. 1995. Mikrobiologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Matthew, R. E. F. 1992. Fundamental of Plant Virology. 3rd Ed. Academic Press, New York.

Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Suseno, R. 1990. Virologi Tumbuhan. Diktat. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.