LECUTAN PETIR

LECUTAN PETIR – Awan Hitam berkerumun diseantero langit Purwokerto. Sesekali lecutan petir menyambar tanah   memuntahkan milyaran watt energi. Angin dingin membrontak menembus lubang-lubang sempit jendela, membelai korden, lalu kulit lalu suhu kamar tunduk dan mendingin. Daun-daun pohon rambutan bertumbangan kalah oleh dasyatnya kemurkaan alam. Suara petir berantrian seperti kesetanan belum makan. Alam meradang, menunjukan kedasyatan. Bumi Manusia tenggelam dalam rasa malu luar biasa. Kami hanya Hanyut dalam kenyamanan yang mengkhawatirkan. Genteng-genteng terlihat pesimis menyambut tangisan alam. Jiwa kami meringkuk kikuk, mengkredil dan takut dalam harapan. Matahari yang biasa terik di ubun-ubun, perkasa disiang ,kini terselip hilang dalam peraduan. Akh..musim kemarau telah berakhir. Air mulai mengguyur tanah Nusantara. Gaduh alu dan lumpang kini tak terdengar di Rumah desa-desa. Bunyi Burung dan ayam kini sepi, hilang secepat langit menghitam ,secepat pula mereka kembali ke sarang. Tropis menunjukan bakatnya, jutaan ton air ditumpahkan setiap hari. Mengalir dalam selokan ke sawah, parit-parit kesungai, sungai-sungai ke laut lalu kembali menguap menjadi awan.

LECUTAN PETIR
Ilustrasi
“Jakarta tenggelam”, itulah trending topik koran KOMPAS pagi ini. Sawah-sawah pedesaan kini di banjiri air, perekonomian mulai bergeliat. Kelaparan dan kehausan tinggal kenangan. Desa merayakan kemenangan dalam kesyukuran. Mereka menyambut Dewi Sri yang turun ke Bumi membawa padi. Menyambutnya dengan mencangkul dan menanam. Kondisi yang antonim dengan kota metroposis yang tenggelam. Kali Ciliwung, kali Pesanggrahan meluap membagi airnya ke dusun-dusun, ke rumah-rumah, dan ke kamar-kamar. Air-airnya mengalir dari selokan ke jalan-jalan, mengkonfortir jalan ibu kota yang carut marut. Mobil, sepeda motor, bus way, angkot, mereka pamer keahlian menerjang banjir menyaingi prahu-prahu nelayan. Itulah penghujan di Indonesia kawan, musuh bagi kota-kota besar, dan sahabat bagi desa-desa tertinggal. Jederrrrrrrr…glung=glumg-glung…sekali lagi petir menyambar, terdengar sangat dekat dan memekakan telinga. Ku hardik gerakan secepat tupai, ku buka pintu kamar kos berukuran 3x3m tanpak di jalan depan terlihat kerumunan orang keheranan. Seorang tukang mi ayam terkapar. Hujan mulai redup, petir perlahan kehabisan suara karena kenyang… sang tukang mi ayam menjadi korban…BuMi ReVoRmAsI..

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.