Jangan Lupa Bahagia

Jangan Lupa Bahagia – Hari ini saya membaca salah satu harian pagi yang mengupas  materi “jangan lupa bahagia” sebuah tulisan biasa namun penuh makna, karena ditulis dengan bahasa rasa yang komunikatif, seolah-olah yang mengucapkan adalah orang terdekat saya.

Bahagia merupakan sebuah rasa dimana disitu terdapat kenyamanan, bebas dari masalah dan belenggu nafsu manusia itu sendiri (menurutku).

PR kita saat ini adalah bisa mengkontrol nafsu (keinginan) yang justru bisa menghilangkan rasa bahagia yang sudah ada.

Dalam fase kehidupan, acapkali kita menggantungkan keinginan memang yang membuat kita lupa untuk berbahagia. Berbahagia dengan apa yang sudah kita capai, dengan apa yang sudah ada dan apa yang sudah kita genggam.

Ilustrasi bahagia

Meski judul tulisan di atas begitu sederhana dan seringkali kita dengar namun kenyataanya kita sering lupa untuk berbahagia. Ya memang kadangkala pikiran manusia itu loncat-loncat dari keinginan satu kekeinginan yang lain sehingga mengabsurdkan makna “bahagia” itu sendiri.

Tulisan singkat itu  menggugah saya untuk berbahagia dengan segala macam problematika yang ada. Meski hanya seperti obat bius, yang bilamana obat itu sudah hilang maka akan kembali kerasa seperti biasa.

Memang seharusnya kita sudah tidaklah terlalu kaget dengan hal-hal yang membuat kondisi manusia menjadi tidak berbahagia, namun sebagai manusia biasa ketika kita dihadapkan dengan situasi tertentu kita masih saja menghilangkan rasa kebahagiaan itu.

Kondisi manusia memang naik turun tidak ada yang stagnan, baru satu detik kita merasakan kebahagiaan beberapa detik yang akan datang kita merasakan penderitaan, seperti itulah kehidupan.

“Jangan lupa bahagia” bila  dipraktekan tidaklah mudah, manusia itu mempunyai sifat apa-apa kurang. Belum lagi ditambah degan kondisi sikologi manusia itu sendiri yang terbentuk dari berbagai macam latarbelakang.

Rasa resah hampir setiap hari menggangu manusia, dengan kadar keimanan yang minim seharusnya kita juga punya hak yang sama untuk merasakan kebahagiaan, tidak hanya untuk kalangan tertentu saja kebahagiaan itu akan nampak.

Untuk menghadirkan kebahagiaan manusia juga dihadapkan pada dilema, dengan hanya berada dititik pencapaian sekarang atau harus maju mengejar keinginan yang belum digenggam.

Lagi, lagi kebahagiaan itu hilang, bahagia itu hanya peredam rasa sesaat manusia untuk menjalankan kehidupannya, bila ada alat untuk menakar kebahagiaan hanya sekian persen saja dari penderitaan manusia selama ia hidup.

Artinya untuk menuju kebahagiaan memerlukan proses yang panjang, atau kita akan hilangkan saja segala bentuk keinginan yang bisa mengganggu kebahagiaan hidup di dunia.

Mungkin jangan-jangan adanya kesengsaraan untuk mengkontrol manusia dari sikap takabur, karena orang yang sedang mengalami kesengsaraan biasanya akan bersifat rendah diri.

Ahhh semakin membingungkan mencari kebahagiaan yang sejati, dengan berada diposisi manusia yang harus mencukupi kehidupan sehari-hari. Dengan segala hal duniawi yang pada akhir-akhir ini menuntut untuk dikehendaki.

Mengutip perkataan  Gie “Berbahagialah mereka yang mati muda” mungkin pendapat Gie benar, orang yang mendapatkan kebahagiaan adalah mereka yang mati muda dan yang tak pernah dilahirkan.

Atau kalian lebih sependapat dengan perkataan Mahatma Gandi “berbahagialah dengan penderitaan”, tulisan ini bukan putus sampai disini mungkin kelak saya akan menghapus tulisan ini ketika saya sudah benar-benar bisa memaknai hidup dan sudah benar-benar bisa merasakan kebahagiaan sejati.

Sekali lagi “jangan lupa bahagia” semoga bermanfaat bagi kalian pencari kebahagiaan sejati.

Salam.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.