contoh makalah komprehensif PERAN GURU DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA

PERAN GURU DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA

A. Pendahuluan
Setiap anak di dunia dilahirkan dalam keadaan yang bersih, tidak mengerti apapun, akan tetapi dibekali oleh Allah SWT berupa akal, pikiran, hati dan organ tubuh. Lama kelamaan, anak akan menapaki masa-masa pertumbuhan fisik dan mentalnya dan akan menampilkan perilaku tertentu yang disebut karakter. Masa anak-anak merupakan masa yang sangat menentukan bagi masa depannya sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak harus benar-benar diperhatikan. Karena pada masa ini adalah masa keemasan yang biasa disebut dengan golden ages. Karakter yang dibawa anak bisa dirubah dan dibentuk. 
Orang tua mempunyai tugas dan peran sebagai pendidik yang pertama dan utama terutama dalam mendidik dan membentuk karakter anak. Dengan segudang kesibukan orang tua, kemudian tugasnya tersebut diserahkan kepada guru untuk mendidik anak-anak mereka. Sehingga secara otomatis guru mengambil alih dan turut bertanggungjawab terhadap perkembangan nalar dan jiwa anak.
Membangun karakter anak tidak hanya mutlak menjadi tanggungjawab seorang guru saja, akan tetapi juga menjadi tanggungjawab keluarga dan lingkungan masyarakat. Sebuah usaha bersama dengan masing-masing sektor memberikan kontribusi untuk pengembangan totalitas kepribadian atau karakter individu. Oleh karena itu sebagai pendidik, guru di lingkungan sekolah perlu memiliki kesadaran akan perannya secara sederhana namun efektif membangun karakter yang berkesinambungan dengan melihat betapa tantangan di masyarakat global begitu banyak yang dapat merusak kepribadian anak.
B. Pembahasan
1. Peran Guru
Lembaga pendidikan akan berusaha untuk mencapai hasil yang optimal jika sekolah tersebut terisi oleh guru yang bermutu dan berpredikat tinggi serta layak untuk mengajar.  Memang benar sejatinya guru adalah orang pertama yang harus bertanggung jawab atas kewenangannya dalam memajukan dan menentukan mutu pendidikan. Gurulah yang berada digarda terdepan dalam menciptakan sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan peserta didik di kelas melalui proses belajar mengajar. Ditangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, dan moral serta spiritual.
Dalam pendidikan Islam, guru adalah orang-orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan peseta didik dengan mengupayakan seluruh potensi dan kecenderungan yang ada pada peserta didik, baik yang mencakup ranah afektif, kognitif maupun psikomotorik. 
Dari pengertian di atas, maka di jelaskan kembali oleh Abdullah Nashih ‘Ulwan tentang tanggung jawab seorang guru, yaitu :
أنَّ عَلىٰ اْلمُرَبِّيْنَ، وَلاَسِيَمًا اْلآبَاءُ وَاْلأُمَّهَاتُ مَسْؤُولِيَةٌكُبْرٰى فِي تَأْدِيْبِ اْلأَوْلاَدِ عَلىٰ اْلخَيْرِ، وَتَخْلِيْقُهُمْ عَلىٰ مَبَادِئِ اْلأَخْلاَقِ.
وَمَسْؤُولِيَتُهُمْ فِي هٰذَا اْلمَجَالِ مَسْؤُولِيَةٌ شَامِلَةٌ بِكُلِّ مَا يَتَّصِلُ بِإِصْلاَحِ نُفُوْسِهِمْ، وَتَقْوِيْمِ أَعْوَجَاجِهِمْ، وَتُرَفِّعِهِمْ عَنِالدَّنَايَا، وَحُسْنِ مُعَامَلَتِهِمْ لِلْآخَرِيْنَ.
فَهُمْ مَسْؤُولُونَ عَنْ تَخْلِيْقِ اْلأَوْلاَدِ مُنْذُ الصِّغَرِ عَلىٰ الصِّدْقِ، وَاْلأَمَانَةِ، وَاْلإِسْتِقَامَةِ، وَاْلإِيْثَارِ، وَإِغَاثَةِ اْلمَلْهُوفِ، وَاحْتِرَامِ اْلكَبِيْرِ، وَإِكْرَامِ الضَّيْفِ، وَاْلإِحْسَانِ إِلىٰ اْلجَارِ، وَاْلمَحَبَّةِ لِلْآخَرِيْنَ.
Peran guru merupakan seperangkat sikap yang dimiliki oleh guru, meliputi mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik di sekolah dalam rangka membentuk karakter siswa. 
Tugas dan peran guru dari hari ke hari semakin berat, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat. Melalui sentuhan guru di sekolah diharapkan mampu menghasilkan siswa yang mempunyai kompetensi tinggi dan siap menghadapi tantangan hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang tinggi. Sekarang dan ke depan, sekolah (pendidikan) harus mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, baik secara keilmuan maupun secara sikap mental.
Guru sebagai agen pembelajaran mempunyai beberapa peran, antara lain yaitu :
a. Guru sebagai fasilitator
Guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, akan tetapi harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar kepada seluruh siswa, agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka.
b. Guru sebagai motivator
Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, karena peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila mempunyai motivasi yang tinggi. Oleh karena itu, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar siswa.
c. Guru sebagai pemacu
Sebagai pemacu belajar, guru harus mampu melipatgandakan potensi peserta didik dan mengembangkannya sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka di masa yang akan datang. Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini guru harus kreatif, profesional dan menyenangkan.
d. Guru sebagai pemberi inspirasi
Sebagai pemberi inspirasi, guru harus mampu memerankan diri dan memberikan inspirasi bagi peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran membangkitkan berbagai pikiran, gagasan, dan ide-ide baru. 
Mengingat begitu pentingnya peran seorang guru, maka guru dituntut untuk memiliki pemahaman dan kemampuan secara komprehensif tentang kompetensinya sebagai pendidik. Kompetensi seorang pendidik meliputi kinerja (performance), penguasaan landasan profesional/akademik, penguasaan materi akademik, penguasaan keterampilan/proses kerja, penguasaan penyesuaian interaksional, dan kepribadian. 
2. Membangun Karakter
Keberhasilan suatu  bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, akan tetapi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa “Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/karakter bangsa (manusia) itu sendiri”.
Menurut Elizabeth Hurlock yang dikutip oleh Zaim Elmubarok, menjelaskan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh sekurang-kurangnya enam kondisi lingkungannya, yaitu hubungan antar pribadi yang menyenangkan, metode pengasuhan anak, peran dini yang diberikan kepada anak, struktur keluarga di masa anak-anakdan rangsanagn terhadap lingkungan sekitar. Eman faktor inilah yang menurut Ratna Megawangi menjadi titik pijak pembentukan karakter yang baik.
Karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada orang lain. 
Pendidikan karakter merupakan proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga serta rasa dan karsa. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu ke dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. 
Secara substansi pendidikan karakter dan pendidikan akhlak itu sama karena antara keduanya tidak mempunyai perbedaan yang prinsipil. Abdullah Nashih ‘Ulwan, mendefinisikan pendidikan akhlak/pendidikan karakter, yaitu:
نَقْصُدُ بِالتَّرْبِيَةِ اْلخُلُقِيَةِ مَجْمُوْعَةُ اْلمَبَادِئِ اْلخُلُقِيَةِ، وَاْلفَضَائِلُ السُّلُوْكِيَةِ وَاْلوَجْدَانِيَةُ الَّتِي يَجِبُ أَنْ يَتَلَقَّنَهَا الطِّفْلُ وَيَكْتَسِبَهَا وَيُعْتَادَ عَلَيْها مُنْذُ تَمْيِيْزِهِ وَتَعْقِلِهِ إِلىٰ أَنْ يَصْبَحَ مُكَلَّفًا إلىٰ أَنْ يَتَدَرَجَ شَابًا إلىٰ أَنْ يَخُوْضَ خَضَمَّ اْلحَيَاةِ. 
Adapun nilai-nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu (1) Religius; (2) Jujur; (3) Toleransi; (4) Disiplin; (5) Kerja keras; (6) Kreatif; (7) Mandiri; (8) Demokratis; (9) Rasa Ingin Tahu; (10) Semangat Kebangsaan; (11) Cinta tanah Air; (12) Menghargai Prestasi; (13) Bersahabat/Komunikatif; (14) Cinta Damai; (15) Gemar Membaca; (16) Peduli Lingkungan; (17) Peduli Sosial; dan (18) Tanggungjawab.
Membangun karakter merupakan proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga terbentuk unik, menarik dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain.  Ibarat huruf dalam alfabet yang tak pernah sama satu sama lainnya.
Mengingat pentingnya karakter dalam membangun sumber daya manusia yang kuat, maka perlunya pendidikan karakter yang dilakukan dengan secara tepat. Dapat dikatakan bahwa pembentukan karakter merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus menyertai dan diintegrasikan ke semua aspek kehidupan termasuk di lembaga pendidikan. 
Proses membangun karakter itu memerlukan disiplin tinggi karena tidak pernah mudah dan seketika atau instant. Diperlukan refleksi mendalam untuk membuat rentetan moral choice (keputusan moral) dan ditindak lanjuti dengan aksi nyata sehingga menjadi praksis, refleksi dan praktik. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom (kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang.
Karakter itu tidak bisa dikembangkan secara cepat dan segera, tetapi harus melewati suatu proses yang cermat, panjang dan sistematis. Oleh karena itu, perlu ada sebuah proses untuk membangun karakter itu mulai dari dini. Membangun karakter merupakan suatu proses yang terus-menerus dilakukan untuk membentuk tabiat, watak, dan sifat-sifat kejiwaan yang berlandaskan semangat pengabdian dan kebersamaan. Dengan membangun karakter diharapkan dapat menyempurnakan karakter yang telah ada untuk mewujudkan karakter yang diharapkan .
Karaker dibangun melalui tahap pengetahuan (knowing), acting, menuju kebiasaan (habit). Hal ini berarti karakter tidak hanya sebatas pengetahuan saja. Karakter lebih dalam lagi, menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Oleh karena itu, diperlukan tiga komponen karakter yang baik sebagai tahapam strategi yang harus dilalui, yaitu :
a. Moral knowing 
Moral knowing, meliputi kesadaran moral, pengetahuan tentang nilai-nilai moral, penentuan sudut pandang, logika moral, keberanian mengambil menentukan sikap dan pengendalian diri. Unsur moral knowing ini mengisi ranah kognitif mereka. Kesuksesan pendidikan karakter sangat bergantung pada ada tidaknya knowing, loving, dan doing atau acting dalam penyelenggaraan membangun karakter.
b. Moral feeling atau moral loving
Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi siswa untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri, percaya diri, kepekaan akan derita orang lain, cinta kebenaran, pengendalian diri dan kerendahan hati.
c. Moral action/doing
Moral action/doing merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik, maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu kompetensi, keinginan dan kebiasaan.
Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior. Good character consists of knowing the good, desiring the good, and doing the good-habits of the mind, habits of the heart, and habits of action. All three are necessary for leading a moral life; all three make up moral maturity. 
Pola pembelajaran pendidikan karakter secara komprehensif pada dasarnya dapat ditinjau dari segi metode yang digunakan, pendidikan yang berpartisipasi (guru, orang tua), dan konteks berlangsungnya pendidikan moral (sekolah, keluarga). Pembelajaran pendidikan karakter secara komprehensif dapat dilakukan dengan :
Metode inkulkasi (penanaman) nilai bukan menggunakan metode indoktrinasi.
Keteladanan (uswah) dengan pendekatan modeling. Karena karakter  merupakan perilaku, bukan pengetahuan sehingga untuk dapat diinternalisasikan oleh siswa, maka harus diteladankan bukan diajarkan.
Fasilitasi. Inkulkasi dan keteladanan mendemontrasikan kepada siswa cara yang terbaik untuk mengatasi berbagai masalah, sedangkan faslitasi melatih siswa mengatasi masalah-masalah tersebut. 
Pengembangan keterampilan akademik dan sosial. Ada beberapa keterampilan yang diperlukan agar seseorang dapat mengamalkan nilai-nilai yang dianut sehingga berperilaku konstruktif dan bermoral dalam masyarakat. Keterampilan ini antara lain berpikir kritis, berpikir kreatif, berkomunikasi secara jelas, menyimak, bertindak asertif, dan menentukan resolusi konflik.
3. Siswa
Pada dasarnya siswa merupakan raw material (bahan mentah) didalam proses pendidikan. Pendidikan merupakan proses pengembangan fitrah siswa agar menjadi aktual sehingga mampu membentuk kepribadian muslim yang berkarakter religius. Dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, hakikat siswa terdiri dari beberapa macam:
Siswa adalah darah daging sendiri, orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya, maka semua keturunannya menjadi siswanya di dalam keluarga.
Siswa adalah semua anak yang berada di bawah bimbingan pendidik di lembaga pendidikan formal maupun nonformal.
Siswa adalah orang-orang yang belajar di dalam lembaga pendidikan tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan, nasihat, pembelajaran, dan berbagai hal yang berkaitan dengan proses kependidikan.  
Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik harus sedapat mungkin memahami hakikat siswanya sebagai subjek dan objek pendidikan. Oleh karena itu, perlu memahami karakteristik siswa, antara lain yaitu:
  • Siswa bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri, sehingga metode belajar mengajar tidak boleh disamakan dengan orang dewasa.
  • Siswa memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan itu semaksimal mungkin.
  • Siswa memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang lain.
  • Siswa dipandang sebagai kesatuan sistem manusia.
  • Siswa merupakan subjek dan objek sekaligus dalam pendidikan yang dimungkinkan dapat aktif, kreatif, serta produktif.
  • Siswa mengikuti periode-periode perkembangan tertentu dan mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya.
4. Peran guru dalam membangun karakter siswa
Setelah keluarga, sekolah mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk manusia yang berkarakter. Agar pendidikan karakter dapat berjalan dengan baik memerlukan pemahaman yang cukup dan kosisten oleh seluruh personalia pendidikan. Proses pendidikan karakter ini menjadi tanggungjawab semua guru. Guru merupakan teladan bagi siswa dan mempunyai peran yang sangat besar dalam membentuk karakter siswa. Disini guru merupakan figur yang diharapkan mampu mendidik anak yang berkarakter, berbudaya dan bermoral.
Menurut Novan peran guru dalam pelaksanaan pembangunan karakter di sekolah, yaitu :
a. Keteladanan 
Guru memberikan teladan yang baik, baik itu masalah moral, etika maupun akhlak, di manapun dia berada.
b. Inspirator
Guru mampu membangkitkan semangat untuk maju dengan menggerakan segala potensi yang dimiliki guna meraih prestasi spektakuler bagi dirinya dan masyrakat.
c. Motivator
Guru mampu membangkitkan motivasi anak untuk dapat menginternalisasikan nilai-nilai karakter dan meraih prestasi belajar yang baik.
d. Dinamisator
Seorang guru tidak hanya memberikan semangat tetapi juga menjadi lokomotif  yang benar-benar mendorong gerbang ke arah tujuan dengan kecepatan, kecerdasan, dan kearifan yang tinggi. Selain itu, guru juga harus mempunyai kemampuan yang sinergis anatara intelektual, emosional,  dan spiritual sehingga mampu menahan setiap serangan yang menghalanginya.
e. Evaluator
Selain guru harus mampu mengevaluasi metode pembelajaran, guru juga harus mampu mengevaluasi sikap perilaku yang ditampilkan dan agenda yang direncanakan.
Menurut Thomas Lickona yang dikutip oleh Zuriah, menawarkan beberapa tugas dan peran guru yang perlu dilaksanakan dalam mendukung pelaksanaan pembangunan karakter di sekolah, yaitu :
Seorang guru haruslah menjadi model, sekaligus menjadi mentor dari siswa dalam mewujudkan nilai-nilai karakter pada kehidupan di sekolah. Tanpa guru sebagai model, sulit untuk diwujudkan suatu pranata sosial (sekolah) yang dapat mewujudkan nilai-nilai kebudayaan.
Masyarakat sekolah harus merupakan masyarakat yang bermoral. Apabila berbicara mengenai budaya kampus dan budaya sekolah, maka sekolah dan kampus bukan semata-mata untuk meningkatkan kemampuan intelektual, tetapi juga memupuk kejujuran, kebenaran dan pengabdian kepada kemanusiaan.
Mempraktikkan disiplin moral. Moral adalah sesuatu yang restrictive, artinya bukan sekedar sesuatu yang deskriptif tentang sesuatu yang baik, tetapi sesuatu yang mengarahkan perilaku dan pikiran seseorang untuk berbuat baik.
Menciptakan situasi demokratis di ruang kelas. Di dalam situasi demokratis pengenalan moral tidak terjadi secara indoktrinasi, tetapi melalui proses inkuiri dan penghayatan yang intensif mengenai nilai-nilai moral tersebut.
Mewujudkan nilai-nilai karakter melalui kurikulum. Nilai-nilai karakter bukan hanya disampaikan melalui mata pelajaran yang khusus, tetapi juga terkandung dalam semua program kurikulum.
Budaya bekerja sama, tidak hanya pengembangan kemampuan otak dan pengembangan inteligensi intelektual saja yang memungkingkan membangun nilai-nilai karakter, tetapi pengembangan kemampuan emosional juga sangat diperlukan dalam membangun karakter ini.
Menumbuhkan kesadaran berkarya siswa, yaitu kerja keras, cinta pada kualitas disiplin kerja, kreativitas juga termasuk kepemimpinan.
Mengembangkan refleksi karakter melalui pendidikan karakter. Nilai-nilai karakter merupakan suatu refleksi yang telah teruji di masyarakat.
Mengajarkan resolusi konflik. Dalam pelaksanaan tindakan karakter tidak akan selamanya berjalan mulus. Bukan suatu yang mustahil bahkan akan terjadi konflik di masyarakat dalam menerapkan nilai-nilai karakter yang telah disepakati. Konflik tersebut harus dipecahkan dan dicari jalan keluarnya melalui suatu diskursus atau dialog dalam situasi demokratis dan memita pertimbangan intelektual serta komitmen terhadap kelangsungan hidup masyarakat.
C. Penutup
1. Kesimpulan 
Upaya mewujudkan pembangunan karakter pada siswa melalui pendidikan karakter tidak pernah terlepas dari lingkungan pendidikan baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Dewasa ini, tuntutan dan peran guru semakin kompleks, tidak sekedar sebagai pengajar semata dan pendidik akademis tetapi juga merupakan pendidik karakter, moral dan budaya yang berlaku di Indonesia. Guru diharapkan menjadi model dan teladan bagi anak didiknya dalam mewujudkan perilaku yang berkarakter yang meliputi olah pikir, olah hati dan olah rasa.
Guru sebagai agen pembelajaran mempunyai beberapa peran, antara lain yaitu guru sebagai fasilitator, guru sebagai motivator, guru sebagai pemacu dan guru sebagai pemberi inspirasi. Sedangkan menurut Novan peran guru dalam pelaksanaan pembangunan karakter di sekolah yaitu keteladanan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator. 
DAFTAR PUSTAKA
عبد الله ناصح علوان . ١٤١٨ه  ـ ١٩٩٧ م . تربية الأولاد الإسلام . بيروت: دار السلام.
Abdul Majid dan Dian Anayani. Pendidikan Karakter Perspektif  Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. 2012.
E. Mulyasa. standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007.
Hasan Basri. Filsafat Pendidikan Islam.Bandung: Pustaka Setia. 2009.
M. Furqon Hidayatullah. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka. 2010.
Muchlas Samani dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. 2012.
Muhammad Muntahibun Nafis. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras. 2011.
Nurul Zuhriyah. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara. 2011.
Thomas Lickona. Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books. 1991.
Zaim Elmubarok. Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. 2009.
Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2011.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.