{"id":67,"date":"2015-12-31T14:55:00","date_gmt":"2015-12-31T14:55:00","guid":{"rendered":"http:\/\/hosting.mwh.asia\/~chyrunco\/?p=67"},"modified":"2016-02-18T10:46:16","modified_gmt":"2016-02-18T03:46:16","slug":"pergulatan-politik-nu","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/bacamedi.com\/pergulatan-politik-nu\/","title":{"rendered":"Pergulatan Politik NU"},"content":{"rendered":"
Pergulatan Politik NU<\/strong> – Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi keagamaan dan kemasyarakatan yang eksistensinya memainkan peran penting bagi kehidupan bangsa. Sebagai organisasi terbesar di negeri ini, sudah pasti tanggung jawab sosial yang diemban NU juga besar dan meniscayakannya mengambil sikap dalam ranah politik. Sikap ini diambil tidak hanya untuk melindungi para pemimpin dan warganya dari proses degradasi dan demoralisasi politik tetapi juga untuk menjaga keutuhan negara yang sedang belajar berdemokrasi ini.<\/p>\n Di situlah politik kebangsaan menjadi sebuah pilihan dan cara berkhidmat kepada bangsa, sejalan dengan garis perjuangan (Khittah) NU 1926. Penegasan kembali ke khittah bukanlah merupakan pelarian NU dari politik apalagi untuk menutupi ambisi kekuasaan, melainkan untuk membingkai pengabdian NU ke depan agar tidak ternodai oleh kepentingan politik praktis yang justru mengeruhkan ruh organisasi. Sederhananya, biarlah politik praktis menjadi bahan garapan partai politik (Parpol) bukan organisasi masyarakat (Ormas) keagamaan seperti NU.<\/p>\n Namun pada kenyataannya tidaklah mudah untuk melaksanakan garis perjuangan luhur tersebut, pemimpin dan orang-orang NU acapkali tergoda dalam, politik praktis yang berorientasi pada kekuasaan, yang paling terlihat adalah NU pada masa pimpinan KH. Hasyim Muzadi, saat itu KH Hasyim Muzadi merupakan ketua umum dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), bersama Megawati mencalonkan diri sebagai Presiden dan wakil Presiden, belum lagi tokoh-tokoh di daerah, banyak untuk kalangan kyai sendiri bermain politik praktis.<\/p>\n \n \n