{"id":6531,"date":"2015-09-21T12:15:00","date_gmt":"2015-09-21T05:15:00","guid":{"rendered":"http:\/\/bacamedi.com\/analisis-semiotik-sajak-helvy-tiana-rosa-sajak-februari\/"},"modified":"2015-09-21T12:15:00","modified_gmt":"2015-09-21T05:15:00","slug":"analisis-semiotik-sajak-helvy-tiana-rosa-sajak-februari","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/bacamedi.com\/analisis-semiotik-sajak-helvy-tiana-rosa-sajak-februari\/","title":{"rendered":"Analisis Semiotik Sajak Helvy Tiana Rosa “Sajak Februari”"},"content":{"rendered":"
Sajak Februari<\/span><\/p>\n 1 2 3 4 5 Di antara dinding dingin di 6 7 8 Membayangkan wajahmu 9 Seperti angin yang tak Kita terdiam mengamini ubin, Dalam sepi itu tiba-tiba kita Ketika kau pulang senja itu 10 11 katamu aku tetap dan kau sangat tahu <\/p>\n Gaya Surealistik Dalam Sajak Helvy Tiana Rosa : Sajak Februari 1cinta adalah rasayang kuucap dalam setiapdesahdan cuacatak sampai-sampaigetarnya padamu 2setiap hari embunmeneteskan kesetiaannyapada pagiseperti aku<\/p>\n","protected":false},"author":2,"featured_media":0,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[15],"tags":[],"yoast_head":"\n
cinta adalah rasa
yang kuucap dalam setiap
desah
dan cuaca
tak sampai-sampai
getarnya padamu<\/p>\n
setiap hari embun
meneteskan kesetiaannya
pada pagi
seperti aku yang tak
pernah berhenti menari
dalam mimpi tentangmu
dan jatuh<\/p>\n
maka kutanyakan pada
mungkin
ia memandangku dengan
mata kaca
mengecup luka dan berkata
pergi dan pakailah
kerudung air matamu
sebab tak ada tempat untuk
cinta disini<\/p>\n
Engkau kah itu yang
berkata?
Semua pejalan di bumi,
semua pencinta
pasti akan menderita
tapi bagaimana agar tiap
gerak berarti
hingga malaikat pun sudi
mengecup
semua luka kita yang
mawar
engkaukah itu yang
berkata, cinta?
sementara diam-diam kita
berikan
keping luka dan risau kita
pada angin yang tak desau<\/p>\n
Di dalam bis yang membawa
banyak orang,
Kau cari aku hari itu.
Tapi kau tak tahu
aku telah mencarimu sejak
pertemuan pertama kita
Mengapa kau sisakan peta
buram yang sama
hingga aku tak pernah bisa
menatap punggungmu<\/p>\n
sekitar kita
kau cari aku hari itu
tapi ku tak tahu
aku telah mencarimu
bermusim-musim
dan selalu hanya pilu
yang memeluk dan
membujukku
Pulanglah, kau sudah
begitu lelah<\/p>\n
Begitulah
kata telah lama berhenti
pada nafas dan air mata
Di manakah kau, di
manakah aku?
Labirin ini begitu sunyi
dan cinta tersembunyi<\/p>\n
seperti gelombang yang
setia pada lautan
aku telah lama kau
campakkan
ke pantai paling rindu itu
tapi sebagai ombak aku
memang harus kembali
meski dengan luka yang
paling badai<\/p>\n
Begitulah perempuanmu
memintal lalu menguraikan
kembali
kenangan di sepanjang
jalan kaca yang retak itu
Kau mungkin lupa pernah
menitipkan kilat asa di
mataku
yang menjelma beliung
namun tak perlu bulan, lilin
atau kunang-kunang
selalu kutemukan jejak,
juga nafasmu
di jalan raya kehidupanku<\/p>\n
aku pun bermimpi
tentang matahari lain yang
menyala suatu masa
Mungkin kita bisa saling
memandang lama
melepas beliung abai yang
menyiksa selama ini<\/p>\n
:aku telah berjuang untuk
melupakanmu
Seperti baru kemarin kau
datang dan kita bicara
sambil menatap ubin
dinding dan pohon jambu itu
Kau bilang tak mungkin kau,
sebab
ada yang lebih penting kau
selesaikan<\/p>\n
sadar disapa waktu
aku berpura tak mendengar
Dia akan datang, kataku.
Tapi katamu, kau akan
datang setelah urusan
selesai
Bagaimana kalau dia yang
tiba lebih dahulu?
Siapakah yang harus
kuabaikan?
Siapa yang perlu
kulupakan?<\/p>\n
dinding dan pohon jambu
suara sapu ibu kos di
ruang tamu, kendaraan lalu
lalang
beberapa mahasiswa dengan jaket kuning
melintas
mungkin sebentar lagi
gerimis<\/p>\n
pun teringat
perkataan seorang sahabat
Katanya kita
sesuatu, semacam
hubungan indah,
yang tak bisa dirumuskan<\/p>\n
aku tahu mungkin kita tak
akan berjumpa lagi
untuk waktu yang lebih dari
lama
Menyakitkan, tapi bukankah
tak semua kebersamaan
harus jadi momen
kadang lebih baik dibuang
biar usang dalam tong
sampah<\/p>\n
Dan akhir adalah permulaan
kau aku tak pernah
menapaki mula
juga mungkin tak pernah
sampai
pada selesai
seperti puisi yang kutanam
di kuntum hatimu<\/p>\n
Hai<\/p>\n
perempuan itu
tak henti menyelami lautan
huruf
demi yang maha cinta<\/p>\n
atas nama cinta pula
telah kuputuskan berhenti
menuliskan kenangan
tersisa
titik tanpa koma
pada Februari ke lima<\/p>\nA. <\/span>Pendahuluan <\/span><\/h3>\n
B. <\/span>Gaya Surealistik Pada Sajak Februari<\/h3>\n
1. <\/span> Pilihan Kata<\/i><\/h4>\n
2. <\/span>Bahasa Kiasan<\/i><\/h4>\n
3. <\/span> Citraan<\/i><\/h4>\n
C. <\/span>Kesimpulan<\/h3>\n
\n