UPAYA PEMBERIAN LAYANAN PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

UPAYA PEMBERIAN LAYANAN PENDIDIKAN 
BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Anak adalah Buah hati dari setiap keluarga atau khususnya orang tua. Karena tanpa anak, keluarga akan kurang sempurna, terasa sepi, gelap, tanpa warna. Anak merupakan Titipan dari Allah yang Maha Pencipta, Oleh karena itu kita harus menjaga dan merawatnya dengan sebaik-baiknya  serta  kita harus memberikannya tempat tinggal yang baik dan layak. Kita harus menjadikan anak itu berguna bagi dirinya sendiri maupun orang lain, karena anak  itu dilahirkan suci seperti adanya kertas putih tanpa adanya noda. Bagaimana kertas putih itu penuh warna tergantung  pada orang tua dan lingkungan sekitarnya  yang akan memberi warna dan coretan pada kertas tersebut.
Pada mulanya, Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah istilah lain untuk menggantikan istilah kata “Anak luar biasa” (ALB) yang menandakan adanya kelompok khusus. Pengertian Anak berkebutuhan khusus adalah anak cacat baik itu cacat fisik maupun mental. Anak-anak yang cacat fisik sejak lahir seperti tidak mempunyai kaki atau tangan yang sempurna, buta warna, atau tuli, termasuk anak yang berkebutuhan khusus. Pengertian anak berkebutuhan khusus kemudian berkembang menjadi anak yang memiliki kebutuhan individual yang tidak bisa disamakan dengan anak yang normal.
Selama ini cara pandang terhadap anak yang berkebutuhan khusus masih negative maka pemenuhan hak anak berkebutuhan khusus juga belum memperoleh hak yang sama seperti masyarakat yang lainnya. Sehubungan dengan hal itu maka guru sebagai ujung tombak pendidikan formal perlu memberikan layanan yang secara optimal bagi semua siswa termasuk anak berkebutuhan khusus.
Sebagai pengganti istilah lama anak cacat atau penyandang cacat. Sebenarnya istilah anak berkebutuhan khusus adalah menunjuk mereka yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau social. Pemerintah memahami pada kondisi yang memiliki kekurangan dan kelebihan kemampuan khususnya dalam bidang pendidikan. Itulah anak yang berkebutuhan khusus.
Selalu berkatalah ya pada anak. Jarang didapati guru yang demikian ini.Rata-rata mereka melarang siswa-siswanya melakukan sesuatu. Contoh jangan manjat pagar nanti jatuh, jangan main api nanti kebakar dan sebagainya. Padahal siswa saat melakukan hal tersebut pada kondisi senang dengan hal baru, menemui keasyikan dan mencoba untuk belajar dari hal tersebut.Pada tahap belajar inilah nantinya akan timbul suatu kreatifitas pada diri anak tersebut. Mereka akan berhenti jika api itu panas, ataupu tidak akan melakukan lagi ketika mereka jatuh dari pagar tersebut.
Larangan-larangan semacam ini nantinya dapat mematikan kreatifitas siswa. Siswa akan selalu dalam lingkaran ketidaktahuan, ketakutan, tidak berani mencoba sesuatu yang baru. Namun kadang guru sendiri tidak menyadari akan hal ini. Seharusnya untuk hal-hal baru seperti diatas siswa diberi kesempatan untuk mencoba melakukan, sementara guru tetap memberi pengawasan sehingga siswa mampu atau dapat bereksperimen dengan aman.
Guru tidaklah selalu bersikap sebagai petugas hokum dilingkungan sekolah. Dimana biasanya guru yang membuat peraturan. Kemudian mereka pula yang memberi sanksi atau hukuman pada siswanya. Kemudian mereka pula yang memberi sanksi atau hukuman pada siswanya, jika siswa melakukan kesalahan.Misalnya dengan disuruh lari mengitari halaman,berdiri di depan kelas, Memukul dengan sabuk atau tindakan lain yang mengarah pada tindakan kekerasan fisik. Seorang anak atau siswa yang mengantuk didalam kelas misalnya, hal ini sering diterima sebagai kemalasan murid yang terpuji. Padahal hakekatnya tidaklah selamanya demikian.Dan seorang guru langsung menegur dan memberi hukuman kepada siswa untuk berdiri didepan kelas sampai jam pelajaran selesai.
Sebenarnya guru dapat lebih bersikap demokratis pada siswa, mencoba membicarakan dengan siswa hal-hal apa saja yang baik yang dapat mereka lakukan mana yang baik dan mana yang tidak. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dan mengklarifikasi antara hal yang baik dan yang tidak  untuk kemudian disusun sebagai suatu peraturan secara bersama dan demokratis.Dalam menentukan hukuman hendaknya juga dengan sikap yang demokratis. Cobalah siswa untuk menentukan hukuman sendiri sebagai sikap pertanggungjawaban terhadap kesalahannya dan tidak akan mengulanginya lagi.
Guru harus mampu menyediakan media untuk siswanya sebagai upaya untuk menyalurkan siswa yang cerdas dan kreatif. Pernyataan tersebut selaras dengan teori-teori pendekatan ekologis dan genetis yang diungkapkan oleh spiel (1994),oerter (1992), scar &Mc.Cartney (1982). Menurut pandangan mereka, perkembangan siswa selalu berupa interaksi antara bakat (genotip) dan lingkungan. Setidaknya ada tiga hasil interaksi genotip dan lingkungan (Kartono, tahun 1995:119), yaitu:
Pertama, adanya hasil interaksi genotip-lingkungan yang bersifat pasif. Hal ini timbul karena guru memberi lingkungan yang sesuai dengan bakat mereka sendiri. Misalnya guru yang gemar music akan selalu memberikan lingkungan music pada siswanya sehingga siswa sejak awal hidup dalam lingkungan music tersebut.
Kedua, hasil interaksi genotip lingkungan yang bersifat evokatif. Hal ini timbul karena siswa dengan bakat yang berbeda-beda menimbulkan berbagai macam reaksi terhadap lingkungan sosialnya. Contohnya siswa masa usia sekolah sering melakukan hal-hal yang seenaknya saja sehingga menimbulkan perhatian pada orang lain yang mempengaruhi perilakunya sendiri lagi.
Ketiga, hasil interaksi genotip lingkungan yang bersifat aktif. Hal ini timbul karena seseorang memilih lingkungan yang cocok sesuai dengan pribadinya sendiri.Kebanyakan terjadi pada usia remaja dan sering dilakukan bersama-sama dengan pencarian identitas ego atau citra diri atau jati diri.
Terkait dengan hal di atas,ada bebrapa landasan yuridis formal yang mendasari upaya untuk memberikan hak-hak pada anak berkebutuhan khusus,diantaranya yaitu:
  1. UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 tentang hak mendapatkan pendidikan.
  2. UU  No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional. Pasal 3,5 dan 32 tentang pelayanan pendidikan khusus.
  3. UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 48,49,50,51,52,53.
  4. UU No.4 tahun 1997 pasal 5 tentang penyandang cacat.
  5. Deklarasi Bandung (Nasional)”Indonesia menuju pendidikan inklusif” 8-14 agustus 2004.

November 1989 menetapkan konfensi hak anak termasuk didalamnya hak anak yang berkebutuhan khusus diantaranya yaitu:
  1. Dalam Deklarasi hak-hak asasi manusia sedunia, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah dinyatakan bahwa masa kanak-kanak berhak memperoleh pemeliharaan dan bantuan khusus.
  2. Sebagaimana yang dinyatakan dalam deklarasi hak-hak anak ,”Anak karena tidak memiliki kematangan jasmani dan mentalnya,memerlukan pengamanan dan pemeliharaan khusus termasuk perlindungan hokum yang layak, sebelum dan sesudah kelahiran.
  3. Disemua Negara bagian didunia, ada anak-anak yang hidup dalam keadaan yang sulit, dan bahwa anak-anak seperti itu membutuhkan perhatian khusus.

Menurut Ki Hajar Dewantara mengingatkan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah dan pemerintah (Suyanto,2005:225). Oleh karena itu upaya untuk memberikan pelayanan kepada anak yang berkebutuhan khusus hendaknya melibatkan :
1) Kerjasama dengan orang tua,
2) Kerjasama antara guru,
3) Kerjasama organisasi professional,
4) Kerja sama dengan masyarakat.
Dari berbagai upaya diatas diharapkan anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan pelayanan khusus sesuai dengan hak-haknya. Sehingga anak tidak akan kehilangan hak-haknya untuk mengembangkan potensi secara optimal. Dengan demikian anak berkebutuhan khusus dapat mengembangkan potensinya seperti anak-anak lain untuk membekali hidupnya serta dapat bermanfaat bagi dirinya, lingkungan, dan masyarakat.
ANALISIS
Pada umumnya semua anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak yang lainnya dalam memperoleh pendidikan. Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus biasa disebut dengan pendidikan inklusi. Pendidikan Inklusi adalah pendidikan pelayanan anak berkebutuhan khusus yang di didik bersama-sama dengan anak lain(normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Modal pembelajaran anak berkebutuhan khusus mengarah kepada visi dan misi sebagai sumber pengertian bagi perumusan tujuan dan sasaran yang harus ditetapkan.
Visi pembelajarannya yaitu membantu peserta didik berkebutuhan khusus untuk dapat memiliki sikap dan wawasan serta akhlak tinggi, kemerdekaan, demokrasi, toleransi dan menjunjung hak asasi manusia,saling pengertian dan berwawasan global. Misi pembelajarannya adalah suatu upaya guru dalam memberikan layanan pendidikan agar setiap peserta didik menjadi individu yang mandiri, mampu berperan social.(Mulyana,E.2004:19).
Memang benar upaya pemberian layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus itu harus ada kerjasama antara orang tua, guru, organisasi yang professional maupun masyarakat sekitar demi mencapai tujuan agar anak berkebutuhan khusus itu dapat menjadi diri sendiri,mampu berperan social serta mampu mengembangkan potensi yang dimiliki dengan baik seperti anak-anak lain yang normal.
Pemerintah juga harus berupaya memberikan hak-hak khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus dengan layanan pendidikan yang baik, sarana prasaran yang memadai serta memberikan dorongan support ataupun materiil agar anak-anak berkebutuhan khusus tumbuh dan berkembang dengan baik seperti anak-anak pada umumnya.
Sebagai manusia yang normal kita harus bersyukur kepada Tuhan karena kita telah diberikan kesempurnaan yang lebih baik dari pada ABK(anak berkebutuhan khusus). Kita lebih beruntung dari ABK,oleh karena itu kita sebagai sesama mahluk yang sama-sama di ciptakan oleh Tuhan dengan segala kekurangannya masing-masing maka kita harus menyayangi, serta menghormati dan  menghargai ABK dengan baik. Kalau perlu kita harus memberikan motivasi serta kita harus berupaya memberikan pendidikan yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Kartono, Kartini. Psikologi Anak. Bandung: Mandar Maju.1995
Sularto,St. Seandainya Aku Bukan Anakmu. Jakarta: Buku Kompas.2003
Suyanto,Slamet. Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
Hikayat.2005
Suparno. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Dikjen Dikti
Depdiknas.2007
Http://re-searchengines.com/rustantil10708.html

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.