Penjelasan Udang dan Cara Pengawetannya

Crustacea merupakan kelas dari Arthropoda yang hidupnya terutama menempati perairan baik air tawar maupun air laut. Anggota dari phylum Arthropoda ini merupakan hewan yag kakinya bersegmen-segmen, pada setiap segmen atau beberapa segmen terdapat appendage. Crusta berarti cangkang. Crustacea disebut juga hewan bercangkang.

Telah dikenal kurang lebih 26.000 jenis Crustacea yang paling umum adalah udang dan kepiting. Habitat Crustacea sebagian besar di air tawar dan air laut, hanya sedikit yang hidup di darat. Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip . Crustacea mayoritas merupakan hewan air, baik air tawar maupun laut, walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat. Kebanyakan anggotanya dapat bebas bergerak, walaupun beberapa takson bersifat parasit dan hidup dengan menumpang pada inangnya.

Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai maupun laut atau danau. Udang menjadi dewasa dan bertelur hanya di habitat air laut. Betina mampu menelurkan 50.000 hingga 1 juta telur, yang akan menetas setelah 24 jam menjadi larva (nauplius). Nauplius kemudian bermetamorfosis memasuki fase ke dua yaitu zoea (jamak zoeae). Zoea memakan ganggang liar. Setelah beberapa hari bermetamorfosis lagi menjadi mysis (jamak myses). Mysis memakan ganggang dan zooplankton. Setelah tiga sampai empat hari kemudian mereka bermetamorfosis terakhir kali memasuki tahap postlarvae: udang muda yang sudah memiliki ciri-ciri hewan dewasa.

Udang air tawar mempunyai peranan yang penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Udang air tawar berfungsi sebagai makanan bagi hewan akuatik yang lebih besar, seperti ikan. Udang air tawar juga berfungsi sebagai pemakan bangkai dan detritus di sungai, kolam dan danau. Apabila udang air tawar tidak terdapat di perairan, perairan akan mengalami pembusukan yang dapat meningkatkan zat amoniak dan bersifat racun .

Udang air tawar dikelompokkan dalam subfilum Crustacea, kelas Malacostraca, ordo Decapoda, yang terdiri dari famili Palaemonidae, Atyidae dan Alpheidae (Holthuis 1980).

Udang air tawar dikelompokkan dalam subfilum Crustacea, kelas Malacostraca, ordo Decapoda, yang terdiri dari famili Palaemonidae, Atyidae dan Alpheidae (Holthuis 1980). Ciri-ciri morfologis udang menurut Fast & Lester (1992), mempunyai tubuh yang bilateral simetris terdiri atas sejumlah ruas yang dibungkus oleh kitin sebagai eksoskeleton. Tiga pasang maksilliped yang terdapat di bagian dada digunakan untuk makan dan mempunyai lima pasang kaki jalan sehingga disebut hewan berkaki sepuluh (Decapoda).

Tubuh biasanya beruas dan sistem syarafnya berupa tangga tali. Dilihat dari luar, tubuh udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan disebut bagian kepala, yang sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada yang menyatu. Bagian kepala tertutup kerapak, bagian perut terdiri dari lima ruas yang masing-masing ruas mempunyai sepasang pleopod dan ruas terakhir terdiri dari bagian ruas perut, dan ruas telson serta uropod (ekor kipas). Tubuh udang mempunyai rostrum, sepasang mata, sepasang antena, sepasang antenula bagian dalam dan luar, tiga buah maksilipied, lima pasang chelae (periopod), lima pasang pleopod, sepasang telson dan uropod.

Bagian-bagain tubuh udang terdiri atas dua daerah yang berlainan, bagian anterior yang kaku disebut cephalothorax, dan bagian posterior terdiri atas suatu deretan segmen-segmen yang disebut abdomen. Seluruh tubuh terbagi menjadi segmen-segmen, tetapi pada permukaan dorsal cephalothorax batas-batasnya telah menghilang. Cephalothorax terdiri atas segmen-segmen yang diselubungi oleh pelindung kultikuler, disebelah dorsal dan lateral, yang disebut carapax. Ujung anterior perluasan carapax disebut rostrum (Radiopoetro, 1983).

Menurut Jasin (1989), klasifikasi udang adalah sebagai berikut :

Phylum : Arthropada

Classis : Crustacea

Ordo : Decapoda

Family : Plaemonidea

Genus : Macrobachium

Spesies : Macrobachium mammilodactylus

Ciri yang khas Macrobrachium mammillodactylus adalah panjang pada pejantan sepenuhnya dikembangkan, terletak jauh di setengah proksimal, meruncing di setengah distal; carina punggung umumnya lurus dengan ujung terbalik, jika tidak berliku-liku, terbalik atau lurus, gigi cenderung lebih dekat dengan jarak di setengah proksimal, gigi berjumlah 9-18, gigi pertama umumnya terletak dengan baik dalam waktu setengah proksimal. Pada Cephalon. Mata memiliki kornea besar, wellpigmented merupakan pigmen aksesori tempat ini. Inferior orbit cukup diproduksi, sudut, karapas postantennular marjin cekung.

Becocellaire sangat maju. Scaphocerite gemuk, panjang kurang dari 3 kali luas lamina, terlihat jelas meruncing maksimum dari titik terluas ke anterior yang dibatasi, anterior yang dihasilkan ke depan pada sudut dalam. Epistome benar-benar dibagi menjadi dua lobus, lobus dengan Carinae longitudinal tumpul sedikit-miring. Mulut. Ketiga terminal segmen maxilliped jelas lebih pendek dari segmen kedua dari belakang; exopod sekitar sama panjang untuk ischiomerus.

Kedua chelipeds isomorfis dalam bentuk dan setasi, subequal atau sama panjang; panjang merus mencapai ujung distal scaphocerite; bantalan pelindung hanya tective dan setae sederhana; semua segmen kecuali jari dengan berlimpah pelindung pendek setae mamilliform, sedikit dan tersebar di jari; setae sederhana tersebar di semua segmen kecuali beberapa jumbai pada jari-jari; jari dengan melongo berkembang dengan baik di distal setengah, dipersenjatai dengan tiga baris submedial dari spasi baik setae bulliform pelindung sangat kecokelatan, sebuah mesial dan baris lateral yang dekat pemotongan tepi dactylus dan baris mesial dekat memotong Stepi propodus; Pollex memanjang, tidak terasa memperluas basally, sekitar setara dalam luasnya untuk dactylus basal, uncinate di ujung, ujung tombak proksimal dengan punggung gigi kecil diikuti dengan kesenjangan yang berbeda maka besar gigi, di seluruh distal; dactylus memanjang, uncinate di ujung, proksimal dengan dua gigi besar, tonjolan lawan pertama gigi pada Pollex, yang kedua gigi besar sedikit maju di Pollex, di seluruh distal; subcylindrical manus umumnya sedikit meningkat di ketiga tenga; tulang pergelangan tangan jelas lebih pendek dari Chela, memanjang, meruncing, sering sedikit meningkat subdistally; merus jauh lebih pendek dari tulang pergelangan tangan, meruncing; iskium dengan alur tengah berkembang dengan baik di wajah unggul dan alur kurang berkembang di wajah rendah, kompresi, sedikit menyempit di pertengahan panjang.

Ketiga pereiopods (pada jantan sepenuhnya dikembangkan). Panjang, propodus mencapai ujung distal aphocerite; pelindung mamilliform berlimpah di semua segmen kecuali dactylus setae; dactylus memanjang, panjang lebih dari empat kali luas basal, carina ventral baik dikembangkan; unguis kurang berkembang, kurang dari satu kelima panjang sisa dactylus. Thoracic tulang dada. T4 dengan yang berkembang dengan baik proses median, postcoxal flensa terletak posterior dan berbeda dari proses median. Sepenuhnya dikembangkan oleh jantan T8 dengan lobus anterolateral luas dipisahkan posteromedially. Perut. Interuropodal sclerite tanpa carina preanal.

Setation mamilliform pelindung pendek ada pada karapas dan perut, di karapas sebagian besar dibatasi ke daerah anterolateral, kadang-kadang ada pada dorsum, pada perut terjadi pada pleura lebih rendah, uropods dan telson. Pada spesies ini memilki ciri khas yang membedakan dari genus lainyaitu memiliki rostrum berigi-rigi yang berjumlah 12 buah (Short, 2004).

Habitat dan peran

Daerah penyebaran benih udang windu antara lain: Sulawesi Selatan (Janeponto, Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Bangkalan, dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur.

Udang yang termasuk kelas Krustasea diketahui berasosiasi dengan baik terhadap ekosisitem lamun. Selain sebagai salah satu komponen yang penting dalam rantai makanan, beberapa jenis krustasea juga merupakan hewan yang bernilai ekonomis tinggi karena dagingnya merupakan makanan yang lezat (Pratiwi, 2010).

Udang hidup di semua jenis habitat perairan dengan 89% di antaranya hidup di perairan laut, 10% di perairan air tawar dan 1% di perairan terrestrial (Abele, 1982). Udang laut merupakan tipe yang tidak mampu atau mempunyai kemampuan terbatas dalam mentolerir perubahan salinitas. Kelompok ini biasanya hidup terbatas pada daerah terjauh dari estuaria yang umumnya mempunyai salinitas 30 atau lebih. Kelompok yang mempunyai kemampuan untuk mentolerir variasi penurunan salinitas sampai di bawah 30 hidup di daerah terrestrial dan menembus hulu estuaria dengan tingkat kejauhan bervariasi sesuai dengan kemampuan spesies untuk mentolerir penurunan tingkat salinitas. Kelompok terakhir adalah udang air tawar. Udang dari kelompok ini biasanya tidak dapat mentolerir salinitas di atas 50. Udang menempati perairan dengan berbagai tipe pantai seperti: pantai berpasir, berbatu ataupun berlumpur. Spesies yang dijumpai pada ketiga tipe pantai ini berbeda-beda sesuai dengan kemampuan masing-masing spesies menyesuaikan diri dengan kondisi fisik-kimia perairan (Nybakken, 1992).

Distribusi dan kelimpahannya di alam

Pola sebaran krustasea di daerah pengamatan dianalisis dengan indeks Morisita dan ditemukan bahwa setiap jenis krustasea umumnya mengelompok. Pola distribusi mengelompok terjadi jika nilai indeks Morisita lebih besar dari satu, dimana pola distribusi tersebut banyak ditemukan di alam. Dari 57 jenis krustasea yang diperoleh 45 mempunyai pola sebaran mengelompok. Pola distribusi mengelompok diduga merupakan cara beradaptasi dari krustasea untuk mengatasi tekanan ekologis dari lingkungan, sehingga organisme cenderung berkelompok pada daerah dimana faktor yang dibutuhkan untuk hidupnya tersedia (Nurcahya, 2009).

Ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang yang dijumpai hampir disepanjang kawasan pesisir Teluk Lampung merupakan ekosistem yang terlindung. Terkait dengan hal tersebut, interaksi antara ekosistem padang lamun dengan lingkungannya mampu menciptakan kondisi lingkungan yang dapat menopang proses kehidupan berbagai macam jenis biota laut (krustasea, moluska, ekhinodermata dan ikan) baik dalam bentuk dewasa maupun larva. Setiap krustasea mempunyai kemampuan hidup pada taraf tertentu dan pada setiap faktor lingkungannya. Apabila nilai-nilai unsur yang dibutuhkan jumlahnya di bawah kebutuhan minimum suatu spesies, maka tidak akan ditemukan jenis itu di perairan tersebut. Lebih penting lagi, jika salah satu faktor lingkungan melewati batas toleransi spesies pada suatu faktor pembatas maka spesies tersebut akan tersingkir (Pratiwi, 2010).

Pengawetan Crustaceae (Macrobrachium mammillodactylus)

1. Proses sampling spesimen

Alat-alat yang digunakan dalam sampling:

a. Elektro fishing (setrum)

b. Traineer

c. Handner

2. Rendam dengan alkohol konsentrasi rendah terlebih dahulu yaitu dengan alkohol 40%, supaya organ-organ Macrobrachium mammillodactylus tidak rusak dan untuk melemahkan saraf dan otot.

3. Suntik Macrobrachium mammillodactylus dengan alkohol 80% di bagian sela kaki, karena merupakan bagian yang lunak.

4. Rendam dengan alkohol konsentrasi lebih tinggi yaitu dengan alkohol 80%.

Bacaan lebih lanjut

Abele, L. G. 1982. The Biology of Crustacea, Volume 1. Academic Press. New York.

Fast AW, LJ Lester. 1992. Pond Monitoring and Management Marine Shrime

Culture Principle and Practise. Amsterdam: Elsevier Science Publisher.

Holthuis LB. 1980. FAO species catalogue. Shrimps and prawn of the world. An annotated catalogue of species of interest to fisheries. FAO Fisheries Synopsis, (125) vol. 1: pp. 261

Jasin, M. 1989. Sistematik Hewan Invertebrata dan Vertebrata untuk Universitas. Sinar Wijaya, Surabaya.

Nurcahya, R., 2009. Pola distribusi dan perbandingan komunita krustasea (Dekapoda) antar habitat di Teluk Lampung. Skripsi. Fakultas Biologi Univesitas Nasional, Jakarta. 60 hal.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa Oleh H. M. Eidman. PT. Gramedia. Jakarta.

Pratiwi, R. Asosiasi Krustase di Ekosistem Padang Lamun Perairan Teluk Lampung. Ilmu Kelautan, vol. 15 (2): 66-76.

Radiopoetro. 1983. Zoologi. Erlangga, Jakarta.

Short, J. W. 2004. A revision of Australian river prawns, Macrobrachium (Crustacea: Decapoda: Palaemonidae). Hydrobiologia 525: 1–100, 2004.

Simpan

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.