HATI – HATI ALAT MAKAN AGEN PENULARAN PENYAKIT

Alat makan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit, sebab alat makan yang tidak bersih dan mengandung mikroorganisme dapat menularkan penyakit melalui makanan, sehingga proses pencucian alat makan dengan penerapan metode pencucian yang tepat sangat penting dalam upaya penurunan jumlah angka kuman terutama pada alat makan (Purnawijayanti, 2001). Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan sesudah pencucian tidak boleh mengandung angka kuman lebih dari 100 koloni per cm2 (Campbell, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka kuman pada makanan, antara lain: tercemarnya bahan baku, perilaku dan kebersihan tangan penjamah yang kurang baik, kebersihan peralatan masak dan peralatan makan, air pencuci peralatan, dan hewan pengganggu sebagai vektor penyakit.

Tingginya angka kuman pada makanan tersebut bisa mempengaruhi tingginya angka kuman pada alat makan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan makanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah angka kuman pada alat makan, antara lain: bahan pencuci, kualitas air pencuci, cara pencucian, adanya sumber pencemaran kuman, kondisi ruang penyimpanan, debu di udara dan kelembapan ruangan, adanya sinar matahari langsung yang masuk ke dalam ruang penirisan atau penyimpanan, dan kondisi rak penyimpanan alat makan.

HATI - HATI !! ALAT MAKAN SEBAGAI AGEN PENULARAN PENYAKIT

Kuman terdapat hampir di semua tempat. Di udara mulai dari permukaan tanah sampai pada lapisan atmosfir yang paling tinggi. Di laut terdapat sampai pada dasar laut yang paling dalam. Di dalam air, seperti air sungai, selokan, kolam atau air sawah. Kuman terdapat di tempat di mana manusia hidup. Terdapat di udara yang kita hirup, pada makanan yang kita makan, juga terdapat pada permukaan kulit, pada jari tangan, pada rambut, dalam rongga mulut, usus, dalam saluran pernafasan dan pada seluruh permukaan tubuh yang terbuka dan dianggap sebagai flora normal. Masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh kemudian berkembang biak dan menimbulkan gejala penyakit disebut infeksi, bisa sembuh kembali secara sempurna atau sembuh tetapi dengan gejala sisa, manifestasi klinik dari penyakit disebabkan oleh mikroorganisme.

Hasil penelitian Neisa Nisatul (2010) yang berjudul Hubungan kondisi sanitasi dan Higiene Penjamah dengan kualitas bakteriologis pada peralatan makan di kantin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang, menyimpulkan bahwa sebagian besar kondisi kesehatan penjamah di kantin, kebersihan tangan, kebersihan diri penjamah tidak baik. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan sebanyak 4 (20%) sampel air bersih positif mengandung E.coli, sebanyak 46 sampel (76,7% ) alat makan mengandung angka kuman sehingga tidak memenuhi syarat kesehatan, dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi squere diambil kesimpulan bahwa kondisi sarana pembuangan air limbah ada hubungan dengan jumlah kuman pada peralatan makan, tidak ada hubungan antara kondisi sarana pembuangan sampah dengan jumlah kuman pada peralatan makan.

Berikut adalah hal-hal yang berhubungan dengan Penyakit dan Alat Makan:

A. Persyaratan Peralatan Makan

Kebersihan peralatan makan yang telah dicuci dapat diketahui dengan uji angka kuman alat makan. Angka kuman adalah perhitungan jumlah bakteri yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel bakteri hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni yang tumbuh dihitung dari hasil perhitungan tersebut merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah dalam suspensi tersebut. Alat makan yang digunakan harus sesuai dengan yang dipersyaratkan seperti peralatan, keutuhan peralatan, fungsi, dan letak peralatan (BPOM, 2003).

  1. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh mengeluarkan zat beracun yang melebihi ambang batas sehingga membahayakan kesehatan.
  2. Peralatan tidak rusak, retak dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap makanan.
  3. Permukaan yang kontak langsung dengan makanan harus tidak ada sudut mati, rata, halus dan mudah dibersihkan.
  4. Peralatan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan.
  5. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak boleh mengandung angka kuman melebihi ambang batas, dan tidak boleh mengandung E. coli.
  6. Cara pencucian peralatan harus memenuhi ketentuan : (a) Pencucian peralatan harus meggunakan sabun atau deterjen, air dingin, air panas, sampai bersih, (b) Dibebas hamaka sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm, air panas 800C selama 2 menit.
  7. Peralatan yang sudah didesifikasi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri dengan bantuan sinar matahari atau buatan dan tidak boleh dilap dengan kain.
  8. Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam keadaan kering dan bersih, ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dari sumber pengotoran/ kontaminasi dan binatang perusak (Depkes RI, 2003).

Alat makan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan di dalam menularkan penyakit. Alat makan yang tidak bersih dan mengandung mikroorganisme dapat menularkan penyakit melalui makanan. Proses pencucian alat makan sangat berarti dalam membuang sisa makanan yang dapat mendukung pertumbuhan mikroorganisme pada peralatan makan tersebut. Peralatan dalam industri pangan merupakan alat yang bersentuhan langsung dengan bahan, untuk menghindari terjadinya kontaminasi makanan, peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi. Peralatan harus segera dibersihkan dan disanitasi atau didesinfeksi untuk mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik tahap persiapan, pengolahan, penyimpanan sementara. Peralatan pengolahan seperti alat pemotong, papan pemotong (talenan), bak-bak pencucian / penampungan, alat pengaduk, alat penyaring, alat memasak merupakan sumber kontaminan potensial bagi pangan (Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2009).

Peralatan yang digunakan dalam pengolahan makanan dapat bertindak sebagai sumber kontaminasi jika tidak dibersihkan dan didesinfeksi dengan benar, pencucian memiliki dua tujuan, membuang sisa makanan dari peralatan yang dapat menyokong pertumbuhan mikroorganisme dan melepaskan mikroorganisme yang hidup, biasanya kedua tujuan tersebut dapat dicapai melalui pencucian dengan air panas (sekitar 800C) atau pencucian dengan air dan detergen diikuti dengan sanitizer seperti senyawa hipoklorit, iodophors atau quaternary ammonium untuk memusnahkan mikroorganisme yang masih melekat (WHO, 2001). Tempat pencucian peralatan terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat, dan mudah dibersihkan. Bak pencuci setidaknya terdiri dari tiga bilik, yaitu bak yang berisi air untuk mengguyur, menyabun, dan membilas, air pencuci dilengkapi dengan air panas bersuhu 40-800C dan air dingin (Arisman, 2009).

B. Metode Pencucian Alat Makan

Proses pencucian alat makan menyangkut cara pencucian maupun peralatan itu sendiri, hal ini menyangkut jenis perlengkapan yang digunakan, pemeliharaan, jenis pencucian, kombinasi yang dipergunakan, persediaan air panas, penggunaan panas kalori atau bahan kimia untuk pembilasan, susunan rak yang cocok untuk penyimpanan dan cara penanganan baik piring yang kotor maupun yang bersih, serta metode yang dipakai seseorang dalam melaksanakan pencucian. Pencucian jenis perlengkapan yang digunakan perlu memperhatikan cara-cara pencuciannya, baik yang dikerjakan sistem tangan maupun mesin atau kombinasi keduanya. Berdasarkan cara bekerjanya, alat pencuci peralatan makan dengan tangan biasanya dibedakan menjadi dua bagian. Pertama pencucian peralatan makan seperti piring, sendok, mangkuk, dan yang kedua pencucian gelas. Pada tempat pengelolaan makanan yang masih sederhana, pembagian semacam ini dilakukan walaupun mungkin menggunakan fasilitas-fasiitas yang sama untuk mencuci dua kelompok peralatan makan tersebut. Pelaksanaan pencucian pencucian itu penting untuk perlindungan atau pembasmian secara efektif, meskipun tidak dapat steril tetapi paling tidak debu dan alat-alat yang dipergunakan secara fisik harus bersih. Penekanan dalam pencucian harus dilakukan untuk memperoleh hasil yang baik (Linggarwati, 2003).

Proses pencucian dengan metode electronic dishwashing menggunakan mesin elektronik. Pencucian ini dilakukan secara otomatis dengan menggunakan detergen dan air kemudian dibilas dengan air bersuhu 80-900C. Pada metode ini, pengeringan juga dilakukan secara otomatis setelah alat makan dibilas. Prinsip pencucian alat makan dengan metode sederhana hanya dilakukan dengan menggunakan satu bak yang prinsipnya dilakukan dengan membersihkan sisa makanan pada alat makan, membersihkan alat makan dengan deterjen, kemudian membilas alat makan dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa deterjen, kemudian baru miniriskan alat makan basah pada rak piring (Andriyani, 2009).

Menurut Ditjen PPM dan PLM (1998), praktek pencucian,sanitasi dan penyimpanan piring dan alat makan yang layak merupakan hal penting dalam upaya mencegah infeksi penyakit bawaan makanan di tempat makan, maka perlu diketahui sebagai berikut :

  1. Air pencuci itu sendiri adalah sebagai media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
  2. Penggunaan piring pada saat banya digunakan, maka infeksi dapat terjadi sebagai akibat cara pencucian yang tidak layak.
  3. Piring dan alat makan yang disimpan dapat terkontaminasi oleh debu, tikus, lalat, dan hewan penggangu lain.

Fasilitas pencucian harus dilengkapi dengan alat pencucian yang terpisah antara dapur dengan pencucian piring yang digunakan. Pencucian dan alat makan yang dilakukan dengan tangan dipersyaratkan dilengkapi dengan dua bak pencuci atau tiga bak pencuci.

Pencucian dapat dibagi dalam beberapa tahapan :

  1. Pemisahan bahan sisa makanan dari piring dan alat makan.
  2. Pemilihan piring atau penempatannya dalam rak pencuci bila menggunakan mesin pencuci.
  3. Pra pencucian yang menempatkan piring-piring dalam rak.
  4. Pencucian dengan air bersih, dianjurkan dengan air panas (43-480C jika menggunakan tangan, dan 63-660C bila dengan mesin) dngan sabun detergen yang baik.
  5. Dibilas dengan air hangat.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pencucian peralatan makan berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 942/Menkes/SK/VIII/2004, antara lain:

  1. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/detergen.
  2. Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan kalium permanganate 0.02 % atau dalam rendaman air mendidih dalam beberapa detik.
  3. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindungi dari kemungkinanpencemaran oleh tikus dan hewan lainnya.

Teknik pencucian yang benar akan memberikan hasil akhir pencucian yang sehat dan aman, menurut Depkes RI 2009 dalam buku pedoman pelayanan gizi rumah sakit untuk pencucian masak peralatan alat yang perlu diikuti adalah :

  1. Pisahkan segala kotoran atau sisa-sisa makanan yang terdapat pada alat atau barang seperti piring, gelas, mangkok dan lain-lain ketempat yang telah disediakan. Selanjutnya sampah tersebut dibuang bersama sampah dapur lainnya.
  2. Piring dan alat-alat yang telah dibersihkan sisa makanan, ditempatkan pada tempat piring kotor dan siap dicuci.
  3. Setiap piring dan alat yang dicuci direndam pada bak pertama. Cara ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan peresapan air kedalam sisa makanan yang menempel, sehingga mudah untuk membersihkan selanjutnya.
  4. Setelah direndam selama beberapa menit maka piring mulai dibersihkan dengan menggunakan deterjen pada bak pencuci tersebut. Menggunakan sabun sebaiknya dihindarkan karena sabun tidak dapat menghilangkan lemak, tetapi memakai yang lebih alami yaitu buah jeruk nipis yang dapat menghilangkan lemak yang lengket pada peralatan makan.
  5. Cara pencucian dilakukan dengan menggosok bagian-bagian yang terkena makanan, dengan cara menggosok berulangkali sampai tidak lagi terasa licin.
  6. Setelah pencucian, maka langsung dibilas dengan air pembersih atau pembilas yang mengalir dengan tekanan 15 psi sampai tidak terasa licin.
  7. Piring dan alat yang telah dicuci dibilas dengan air kaporit disinfektan, langsung direndam ke dalam air berkaporit 50 ppm selama 2 menit, kemudian ditempatkan pada tempat penirisan .
  8. Untuk desinfeksi dengan air panas 82-100 derajat celcius untuk selama 1 menit.
  9. Cara memasukkan piring dan gelas kedalam air panas tidak boleh langsung dengan tangan, tetapi sebelum dimasukkan kedalam rak-rak khusus untuk desinfeksi.
  10. Piring dan alat makan yang telah selesai melalui proses desinfeksi ditempatkan pada tempat penirisan/ pengeringan dengan cara terbalik atau miring. Untuk itu bagian yang menempel ke permukaan piring atau bibir gelas harus dijaga kebersihannya dengan cara desinfeksi. Piring yang akan dipakai tidak perlu dilap atau digosok dengan kain lap, cukup ditiriskan saja.

C. Sanitasi Tempat

Berdasarkan PERMENKES RI Nomer 1069/MENKES/PER/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga ruang pengolahan makanan 

  1. Luas tempat pengolahan makanan harus sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja dan peralatan yang ada di ruang pengolahan.
  2. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan minimal 2 meter persegi (2m2) untuk setiap orang pekerja.
  3. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan toilet/ jamban, peturasan dan kamar mandi.
  4. Peralatan di ruang pengolahan makanan minimal harus ada meja kerja, lemari/ tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi yang terlindung dari gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya.

Berdasarkan PERMENKES RI Nomer 1069/MENKES/PER/VI/2011 tentang tempat pencucian peralatan :

  1. Tersedia tempat pencucian peralatan, jika memungkinkan terpisah dari tempat pencucian bahan pangan.
  2. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/ detergen.
  3. Peralatan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari pencemaran serangga, tikus dan hewan lainnya.
  4. Penghawaan , ventilasi, pencahayaan, sesuai standar yang ditentukan.
  5. Lantai, dinding, dan langit-langit bersih sesuai anjuran.

D. Uji angka kuman alat makan

Kuman adalah organisme kecil seperti virus, bakteri, jamur, protozoa mikroskopik jahat yang dapat menyebabkan suatu penyakit atau gangguan kesehatan. Kuman bisa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan ringan maupun berat pada tubuh organisme inangnya seperti manusia, hewan dan sebagainya. Kuman pada umumnya tidak dapat terlihat dengan mata telanjang namun ada dimana-mana (http://organisasi.org, 2008). Salah satu cara untuk mengetahui banyak atau sedikitnya jumlah kuman yang melekat pada permukaan alat makan yaitu dengan uji angka kuman alat makan. Menurut Permenkes No. 172/Menkes/Per/X/1986 rata-rata angka kuman yang diperbolehkan ada pada permukaan alat makan adalah 100 koloni per cm2. Uji angka kuman dapat dilakukan dengan cara usap alat makan (Kepmenkes, 1986).

Pembiakan mikroorganisme di laboratorium memerlukan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi mikroorganisme, zat hara digunakan untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme dan pergerakan. Lazimnya media biakan mengandung air, sumber energi, zat hara sebagai karbon, nitrogen, sulfur, phosphat, oksigen, hidrogen serta unsur lainnya (trace element). Media biakan yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri terdapat dalam bentuk padat, semi padat, dan cair. Media padat diperoleh dengan menambahkan agar berasal dari ganggang merah. Agar digunakan sebagai bahan pemadat karena tidak diuraikan mikroorganisme membeku pada suhu di atas 450C. Kandungan agar sebagai bahan pemadat dalam media adalah 1,5-2%. Perhitungan jumlah bakteri dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan menghitung jumlah bakteri keseluruhan (total cell count) dan menghitung jumlah bakteri yang hidup (viable count). Cara menghitung jumlah bakteri keseluruhan (total cell count) dihitung semua bakteri baik yang hidup maupun yang mati, sedangkan menghitung jumlah bakteri yang hidup (viable count) hanya menggambarkan jumlah sel yang hidup (Lay, 1994).

Pustaka 

Andriyani. 2009. Penurunan Jumlah Angka Kuman Alat Makan yang Digunakan Pada Metode Alat Makan. Jurnal Gizi Klinik Indonesia Vol 6 (01) Juli 2009: 35-41. Jakarta.

Anwar. 1998. Pedoman Bidang Studi Sanitasi Makanan Dan Minuman. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan RI. Jakarta.

Arisman, 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

BPOM, (2003) Higiene dan Sanitasi Pengolahan Pangan. Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Badan Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta.

Campbell, N. A. Dan Reece, J.B. 2005. Biologi Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Candra. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Depkes RI, 2003. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907/ Menkes/ SK/ V/ 2003 Tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga, Jakarta.

Depkes RI, 2011. Perundangan Menteri Kesehatan RI No.1069/ Menkes/ SK/ VI/ 2011 Tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga, Jakarta.

Desmalina. 2009. Pemeriksaan Escherichia Coli Pada Usapan Peralatan Makan Yang Digunakan Oleh Pedagang Makanan Di Pasar Petisah Medan. Skripsi. Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Sumatera Utara. Medan. 66 halaman. (Tidak dipublikasikan).

Dewi, dkk. 2003. Pemantauan Kualitas Makanan Ketoprak dan Gado-gado di lingkungan Kampus UI Melalui Pemeriksaan Bakteriologis. Jurnal Makara Kesehatan Volume 7 Nomer 1. http://dsusanna@makara.cso.ui.ac.id Dikases tanggal 20 Maret 2012.

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2009. Konsep Pedoman Sanitasi dan Hygiene Agroindustri Pedesaan. http://agribisnis.deptan.go.id. Diakses tanggal 23 September 2011.

Ditjen PPM dan PLP.1998. Pedoman Pengawasan Kualitas Makanan. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan penyehatan Lingkungan Pemukiman,depkes.RI. Jakarta.

Djarismawati, dkk. 2004. Pengetahuan dan Perilaku Penjamah tentang Sanitasi Pengolahan makanan pada Instalasi Gizi Rumah Sakit Di Jakarta. Jurnal Media Litbang Kesehatan Volume 14 Nomor 3. http://litbang.depkes.go.id. Diakses tanggal 23 September 2011.

Ehsa, 2010. Water Washed Disease. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta.

Entjang, I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan Sekolah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Fathonah, S.2005. Hygiene Dan Sanitasi Makanan.Unnes Press, Semarang.

Hastono. 2001. Analisis Data. FKM UI, Jakarta.

Http://organisasi,Org. 2008. Definisi/Pengertian kuman penyebab penyakit dan gangguan kesehatan. Diakses tanggal 20 Maret 2012.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1986. Nomer 172/menkes/per/X/1986. Tentang persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga http://digilib.co.id/Kepmenkes No 172 Menkes Per X1986.pdf. Diakses tanggal 20 Maret 2012.

Linggarwati. R. 2003. Hubungan Penggunaan Berbagai Konsetrasi Detergen dengan jumlah kuman pada proses pencucian piring di Desa Penusupan Kecamatan Pangkal Kabupaten Tegal. Skripsi. Kesehatan Lingkungan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto (tidak dipublikasikan).

Mubarak, W.Q,dan Nurul,C.2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi.Salemba Medika, Jakarta.

Nisatul. N. 2010. Hubungan Kondisi Sanitasi dan Higiene Penjamah dengan kualitas bakteriologis pada peralatan makan di kantin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Skripsi. Serang

Notoatmodjo, S.2002.Metodologi Penelitian Kesehatan.Rineka Cipta.Jakarta.

Sabarguna. 2008. Teknik Perhitungan Koloni Kuman. Sagung Seto. Jakarta.

Sastroamoro,S dan Sofyan,I.1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.Binarupa Aksara,Jakarta.

Purnawijayanti, H.A. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja Dalam Pengolahan Makanan. Kanisius. yogyakarta.

Riwidikdo, 2008. Statistik Kesehatan. Mitra Cendika Press, Yogyakarta.

WHO. 2001. Dasar-Dasar Keamanan Makanan Untuk Petugas Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

WHO. 2006. Penyakit Bawaan Makanan Fokus Pendidikan Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.