Filosofi Pendidikan dan Ilmu

FILOSOFI  PENDIDIKAN DAN ILMU

1. FILOSOFI PENDIDIKAN

A. Pilar ontologi

Obyek kajian dari pendidikan adalah hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya dan dibekali dengan pendengaran, penglihatan dan hati.
Fungsi pendengaran, jika dioptimalkan akan mampu mengembangkan potensi-potensi manusia yang lain. Misalnya yang diperdengarkan Ibunda Imam Syafi’i ketika menyusui putranya dengan lantunan ayat-ayat al-Qur’an, sehingga pada usia kurang lebih tujuh tahun Imam Syafi’i telah mampu menghafal al-Qur’an. Tentu saja bukan faktor itu saja, tetapi upaya memperdengarkan itu, minimal dalam diri Imam  Syafi’i telah terkumpul informasi yang telah terekam sejak kecil itu, seolah saat beliau belajar al-Qur’an rekaman itu terulang lagi.
Fungsi pandangan dan pendengaran yang biasanya disebut sebagai indra merupakan sumber pengetahuan . Allah  dalam surat al-Mulk : 3-4, memerintahkan manusia untuk melihat sesuatu dengan diulang sebanyak tiga kali agar penglihatan benar-benar menghasilkan pengetahuan yang obyektif. Semua dalam rangka menemukan kebenaran empiris dan Illahiyah, karena dalam ayat itu Allah ingin menunjukkan kepada manusia tentang kesempurnaan ciptaan-Nya.
Menurut seorang psikolog, William James Sydis, bahwa kalau manusia menerima stimulasi yang kaya dari fungsi penglihatan, maka kecerdasannya akan berkembang sangat pesat. Keragaman obyek penglihatan menjadi stimulasi kecerdasan yang paling penting. Hal ini mengisyaratkan mengenai pentingnya fungsi penglihatan sebagai sumber pengetahuan dan kecerdasan bagi manusia.
Sedangkan hati, sebagai salah satu potensi yang dikaruniakan Allah kepada manusia, menurut al-Tirmidzi, adalah sebagai kekuatan manusia yang mempunyai empat ranah, yaitu shadr (hati terluar), qalbu (hati), fuad ( hati-lebih-dalam), dan lubb (lubuk hati terdalam). Shadr dalam komposisi ranah hati adalah tempat pengetahuan yang dapat dipelajari dengan dikaji, dihafalkan, didiskusikan, ditulis, dan diajarkan kepada orang lain (pengetahuan lahiriah). Qalb adalah tempat pengetahuan batiniah yang menampilkan pemahaman atas realitas yang disertai tindakan nyata agar melahirkan makna. Fuad adalah tempat penglihatan batiniah dan makrifat (kearifan batiniah), yang melahirkan pengetahuan spiritual, inilah wujud mata hati yang memiliki keyakinan bahwa dirinya seolah-olah melihat Allah atau merasa dilihat Allah. Lubb bermakna pemahaman spiritual yang dipancarkan Allah kedalam hati manusia sehingga manusia memperoleh kebenaran yang hakiki.

B. Pilar Epistemologi

Potensi-potensi yang ada pada manusia dikembangkan untuk melaksanakan proses pendidikan, yaitu :
Pendengaran untuk melihat ayat-ayat qauniyah
Penglihatan untuk melihat ayat-ayat kauniyah
Hati untuk melihat ayat-ayat kauniyah dan qauliyah
Disini, indra pendengaran dan penglihatan digunakan untuk menerima informasi-informasi yang dibutuhkan, sementara fuadlah yang mengelola informasi tersebut menjadi sebuah pemahaman atau pengertian baru.

C. Pilar Aksiologi

Manusia dilahirkan dari rahim ibunya dalam keadaan tidak mengetahui  sesuatupun. Kemudian Allah membekalinya dengan pandangan, pendengaran dan hati yang dapat digunakan untuk mengenali, memahami segala sesuatu yang ada sebagai suatu pengetahuan. Dengan pengetahuan yang dimiliki, manusia dapat mengerti betapa besar nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya, sehingga manusia mampu bersyukur atas segala nikmat dan karunia-Nya.
Pendidikan yang diharapkan adalah pendidikan yang mampu menjadikan manusia sebagai hamba yang bersyukur. Bukan sekedar manusia yang berilmu, namun manusia yang dengan bertambahnya ilmu akan menjadikannya sebagai orang lebih bersyukur.

2. FILOSOFI ILMU

A. Pilar Ontologi

Obyek kajian dari ilmu harus didasarkan pada konsep mengenai “yang ada”, misalnya dalam al-Quran : “ Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat dan apa yang tidak kamu lihat” (Q.S. al-Haq : 38-39). Merujuk pada ayat tersebut “ yang ada” itu dapat diklasifikasikan menjadi yang ada secara nyata –positif (yang dapat kamu lihat) dan yang ada secara tidak nyata-positif ( yang tidak dapat kamu lihat). Hakikat dunia ini adalah  yang  nyata dan yang tidak nyata, bukan sebagaimana yang difahami positivisme dan matrialisme Barat.
Obyek ilmu  harus didasarkan sumber yang mampu memberikan  pandangan yang holistik. Tidak hanya dibatasi oleh entitas-entitas fisik tapi juga menyuguhkan entitas-entitas non fisik. Maka, obyek ilmu adalah realitas yang nyata dan yang tidak nyata. Oleh karena itu, ontologi ilmu bersifat dualistik yang holistik, yaitu yang material dan immaterial sebagai dua entitas dalam satu kesatuan yang organistik sebagai bagian dari keseluruhan alam ini.

B. Pilar Epistemologi

Epistemologi pendidikan menempatkan mata, telinga, dan hati sebagai sumber pengetahuan dengan menempatkan entitas fisik dan non-fisik sebagai obyeknya. Hal ini sesuai dengan al-Qur’an Surat al-A’raf : 179, bahwa hati mestinya digunakan untuk memahami ayat-ayat Allah, maka mestinya digunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan telinga mestinya digunakan untuk mendengarkan ayat-ayat Allah. Semua itu menggambarkan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah hati, mata, dan telinga. Mata merupakan indra manusia yang akan mengidentifikasi entitas-entitas fisik, telinga mengidentifikasi entitas-entitas non-fisik, sementara hati akan mengidentifikasi entitas-entitas fisik dan non-fisik melalui mata dan telinga. Pendengaran, penglihatan dan hati adalah fakultas bagi manusia untuk membangun pengetahuannya, sesuai dengan al-Qur’an Surat an-Nahl : 78.

C. Pilar Aksiologi

Ilmu diperoleh dengan cara melihat, mengamati objek fisik yaitu dengan menggunakan pandangan dan penglihatan serta objek metafisik menggunakan hati, sehingga manusia memperoleh kenyataan yang benar mengenai objek fisik maupun metafisik.
Pendengaran, pandangan dan hati manusia yang dikaruaniakan Allah seharusnya mampu  menjadi fakultas yang menjadikan manusia sebagai hamba yang bersyukur. Karena syukur adalah hierarki kebutuhan manusia tertinggi yang harus direlisasikan untuk menemukan kebaikan-kebaikan selanjutnya. Karena  Allah akan menambah nikmat bagi orang-orang yang bersyukur, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. an-Naml : 40, ” ….barang siapa yang bersyukur. Maka hal itu umtuk kebaikannya sendiri…”. Allah juga menegaskan, “ jika kamu bersyukur, niscaya akan Aku tambah lagi nikmat dari langit dsn dalam bumi “. Said (2008), memberikan makna pada firman diatas :
1. Bahwa Allah akan bukakan ilmu pengetahuan untuk menaklukan bumi dan langit.
2. Allah akan tambahkan rejeki dari sumber-sumber yang tidak disangka-sangka yang jauh dari jangkauan manusia.
Syukur juga bisa diartikan sebagai pengakuan seseorang atas pemberian orang lain atau Allah. Syukur juga mereflesikan  rasa terima kasih seseorang atas nikmat-nikmat Allah. Syukur juga bukan sekedar pengakuan atas apa yang diterima tetapi juga pengucapan terima kasih yang direflesikan dalam sikap dan tingkah laku. Syukur sebagai sikap dan tingkah laku memiliki kekuatan yang biasa bagi seseorang yang melakukannya.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.